KOMPAS.com – Bagi sebagian ibu hamil, istilah preeklamsia atau plasenta previa boleh jadi sudah tak asing di telinga.
Risiko saat kehamilan dan persalinan itu kerap diterangkan oleh dokter ketika datang berkonsultasi.
Beberapa forum kesehatan ibu dan anak diketahui juga sering mengangkat masalah kesehatan tersebut.
Namun, bagaimana dengan Peripartum Cardiomyopathy atau Postpartum Cardiomyopathy (PPCM)?
Apakah ibu hamil pernah mendengar istilah tersebut?
Jika belum, hal ini lumrah mengingat kasus PPCM jarang ditemukan.
Kendati jarang ditemukan, penyakit ini patut diwaspadai. Karena berdampak fatal bagi kesehatan.
Baca juga: Belajar dari Tantri KotaK, Ini 7 Kiat Ibu Hamil Bebas Toksoplasma
Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan, dr. Andy Wijaya, Sp.OG, M.Kes, dari RSUD Bung Karno Surakarta menyebut, PPCM berbahaya bagi ibu hamil maupun ibu yang baru melahirkan.
Dokter yang akrab disapa Andy itu menerangkan, PPCM merupakan gangguan pada otot jantung.
Gangguan tersebut mengakibatkan berkurangnya kekuatan jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh.
Ia menyebut PPCM adalah bentuk gagal jantung yang terjadi saat kehamilan memasuki masa sebulan sebelum melahirkan, sampai lima bulan setelah melahirkan.
Di dunia medis, Andy menyebut PPCM sering disebut penyakit yang misterius karena bisa timbul secara tiba-tiba dan tanpa disadari.
Dia menjelaskan gejala gagal jantung PPCM sulit dideteksi karena gejalanya kerap dialami ibu hamil normal saat kehamilan memasuki trimester ketiga.
Beberapa gejala yang sering ditemui yakni lemas, pusing, pembengkakan di kaki maupun tungkai, sampai sesak napas.
“Gejala tersebut biasanya terjadi secara tiba-tiba. Diikuti kesadaran yang menurun,” jelas Andy ketika diwawancara Kompas.com, Sabtu (4/1/2020).
Andy menjelaskan penyebab terjadinya PPCM belum diketahui secara pasti.
Namun, umumnya terkait faktor-faktor pemberat selama masa kehamilan.
Beberapa faktor itu, di antaranya:
Menurut Andy, fungsi jantung dapat melemah akibat penyakit jantung bawaan, yang diperberat dengan proses kehamilan.
Mulanya, ukuran otot jantung wanita akan membesar sebagai kompensasi beban jantung yang meningkat selama masa kehamilan.
Kemudian, setelah persalinan terjadi kelelahan otot jantung karena adanya beban pada waktu proses melahirkan.
Pada fase inilah terjadi kegagalan fungsi otot-otot jantung (kardiomiopati). Akibatnya jantung gagal memompa darah ke seluruh tubuh dan berakibat fatal.
Baca juga: [KLARIFIKASI] Benarkah Ibu Hamil Harus Batasi Konsumsi Hati Ayam?
Dia menyatakan penanganan yang cepat, akurat, dan dukungan sarana prasarana kesehatan memadai, dibutuhkan untuk menyelamatkan wanita yang mengalami PPCM.
Jika mengalami sejumlah gejala PPCM, Andy menyarankan para ibu hamil atau ibu setelah melahirkan segera memeriksakan diri ke dokter.
Dokter akan merekomendasikan pemeriksaan USG jantung atau echocardiography (ECG) untuk mengukur ejection fraction (EF).
EF merupakan persentase darah yang dipompa ke luar oleh jantung dalam setiap denyut.
Pada jantung normal, besarnya EF mencapai 52 sampai 77 persen.
Sementara pada penderita PPCM, angka EF turun di bawah 40 persen.
Jika memungkinkan, dokter juga akan menwarkan tindakan pemeriksaan X-ray untuk melihat jantung sebelah kiri mengalami pembengkakan atau tidak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.