Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epilepsi: Gejala, Jenis, Penyebab, dan Cara Menangani

Kompas.com - 11/02/2020, 10:31 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

KOMPAS.com - Epilepsi adalah gangguan sistem saraf pusat (neurologis) di mana aktivitas otak menjadi tidak normal hingga menyebabkan kejang atau periode perilaku tidak biasa, sensasi, dan kadang-kadang pingsan.

Gangguan kesehatan tersebut bisa dialami oleh siapa pun, baik pria maupun wanita dari semua ras, latar belakang etnis, dan usia.

Melansir Mayo Clinic, gejala kejang pada epilepsi bisa sangat bervariasi.

Baca juga: Riset Buktikan Perut Buncit Bikin Fungsi Otak Terganggu, Kok Bisa?

 

Beberapa orang dengan epilepsi hanya menatap kosong selama beberapa detik saat kejang, sementara yang lain bisa sampai berulang kali menggerakkan lengan atau kakinya.

Memiliki kejang tunggal tidak berarti seseorang menderita epilepsi.

Setidaknya dua kejang yang tidak diprovokasi, baru diagnosis sebagai epilepsi.

Gejala epilepsi 

Karena epilepsi disebabkan oleh aktivitas abnormal di otak, kejang dapat memengaruhi aktivitas apa pun yang dikoordinasikan otak.

Tanda dan gejala saat kejang, di antaranya yakni:

  • Kebingungan sementara
  • Mata menatap kosong
  • Gerakan menyentak lengan dan kaki yang tak terkendali
  • Hilangnya kesadaran
  • Gejala psikis seperti ketakutan, kecemasan atau deja vu

Gejala epilepsi pada dasarnya bisa bervariasi tergantung pada jenis kejangnya.

Dalam kebanyakan kasus, seseorang dengan epilepsi akan cenderung memiliki tipe kejang yang sama sehingga gejalanya akan serupa saat kambuh.

Dokter umumnya mengklasifikasikan kejang sebagai fokus atau generalisasi, berdasarkan pada bagaimana aktivitas otak yang abnormal dimulai.

Jenis epilepsi

1. Kejang parsial

Ketika kejang muncul akibat aktivitas abnormal hanya di satu area otak, hal itu bisa disebut kejang fokal atau kejang parsial. Kejang ini terbagi dalam dua kategori, yaitu:

  • Kejang parsial tanpa kehilangan kesadaran. Sesuai namanya, kejang ini tidak menyebabkan pingsan. Kejang hanya mengubah emosi atau kemampuan pancaindra seperti untuk mencium, merasakan sentuhan dari luar, termasuk soal suara. Kejang parsial juga dapat memiliki gejala berupa sentakan bagian tubuh yang tidak disengaja, seperti pada lengan atau kaki. Bukan hanya itu, kejang ini bisa menimbulkan gejala sensorik spontan, seperti kesemutan, pusing dan lampu yang berkedip-kedip
  • Kejang parsial dengan kesadaran terganggu atau bisa disebut juga dengan kejang parsial kompleks. Selama terjadi kejang parsial kompleks, seseorang biasanya tidak bisa merespons secara normal rangsangan dari luar. Mereka juga tak bisa melakukan gerakan berulang, seperti menggosok tangan, mengunyah, menelan atau berjalan dalam lingkaran

Gejala kejang parsial diketahui dapat dikacaukan dengan gangguan neurologis lainnya, seperti migrain, narkolepsi, atau penyakit mental.

Untuk membedakan epilepsi dari gangguan lain, diperlukan pemeriksaan dan pengujian menyeluruh oleh tenaga medis.

Baca juga: Nonton Star Wars: The Rise of Skywalker, Waspada Epilepsi Fotosensitif

2. Kejang umum

Kejang yang melibatkan semua area otak disebut kejang umum. Ada 6 jenis kejang umum, yakni:

  • Kejang absen yang sering terjadi pada anak-anak dan ditandai dengan adanya tatapan kosong atau gerakan tubuh yang halus seperti mata berkedip atau memukul bibir. Kejang ini dapat menyebabkan hilangnya kesadaran singkat
  • Kejang tonik dapat menyebabkan kekakuan pada otot. Kejang-kejang ini biasanya memengaruhi otot-otot di punggung, lengan, dan kaki. Ketika hal itu terjadi, seseorang bisa saja jatuh ke tanah
  • Kejang atonik atau kejang drop dapat menyebabkan hilangnya kontrol otot. Di mana, seseorang yang mengalami kejang ini dapat tiba-tiba runtuh atau jatuh
  • Kejang klonik berhubungan dengan gerakan otot yang tersentak-sentak atau berirama. Kejang ini biasanya menyerang leher, wajah dan lengan
  • Kejang mioklonik biasanya muncul sebagai sentakan atau sentakan singkat pada lengan dan kaki
  • Kejang tonik-klonik adalah jenis kejang epilepsi yang paling dramatis dan dapat menyebabkan hilangnya kesadaran secara tiba-tiba. Selain itu, kejang ini dapat menyebabkan tubuh menjadi kaku dan gemetar, dan kadang-kadang kehilangan kontrol kandung kemih atau menggigit lidah

Kapan harus ke dokter?

Seseorang dengan epilepsi dianjurkan segera mendatangi dokter jika mengalami gejala sebagai berikut:

  • Kejang berlangsung lebih dari lima menit
  • Pernapasan atau kesadaran tidak kembali setelah kejang berhenti
  • Kejang kedua segera terjadi
  • Mengalami demam tinggi
  • Mengalami kelelahan
  • Sedang hamil
  • Menderita diabetes.
  • Penderita telah melukai diri sendiri selama kejang
  • Kejang untuk pertama kalinya

Penyebab epilepsi

Melansir Health Line, penyebab epilepsi pada 6 dari 10 orang penderita tidak dapat ditentukan. Dengan kata lain, penyebab gangguan ini sulit diketahui secara pasti.

Namun, beberapa hal berikut mungkin termasuk faktor yang dapat membuat seseorang  mengalami kejang karena epilepsi:

  • Cedera otak traumatis
  • Jaringan parut pada otak setelah mengalami cedera otak (epilepsi pasca-trauma)
  • Penyakit serius atau demam tinggi
  • Stroke adalah penyebab utama epilepsi pada orang di atas usia 35
  • Penyakit pembuluh darah lainnya
  • Kekurangan pasokan oksigen ke otak
  • Tumor atau kista otak
  • Demensia atau penyakit Alzheimer
  • Penggunaan obat tertentu
  • Cedera prenatal
  • Malformasi otak
  • Kekurangan oksigen saat lahir
  • Penyakit menular seperti AIDS dan meningitis
  • Kelainan genetik atau perkembangan atau penyakit neurologis

Keturunan memainkan peran juga dalam beberapa jenis epilepsi. Umumnya, ada kemungkinan 1 persen seseorang dapat mengembangkan epilepsi sebelum usia 20 tahun. Namun, jika seseorang memiliki orang tua dengan epilepsi, risiko mereka menderita epilepsi bisa meningkatkat jadi 2 hingga 5 persen.

Baca juga: Waspada Kutil Kelamin (1): Gejalanya Kerap Tak Disadari

Faktor genetika tersebut juga dapat membuat beberapa orang lebih rentan terkena serangan epilepsi dari pemicu lingkungan.

Epilepsi dapat berkembang pada usia berapa pun. Namun, diagnosis biasanya terjadi pada anak usia dini atau setelah usia 60 tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau