KOMPAS.com - Film Star Wars: The Rise of Skywalker ditayangkan di sejumlah bioskop Indonesia, pada Rabu (18/12/2019).
Jelang penayangan film besutan JJ Abrams ini, Disney dan sejumlah pengelola bioskop mengumumkan beberapa bagian di film tersebut menampilkan efek kilatan cahaya.
Gambar dan adegan berulang berisi efek kilatan cahaya ini dapat membuat pengidap epilepsi fotosensitif tidak nyaman. Dampaknya bisa memicu kejang-kejang.
Penyakit epilepsi fotosensitif di saga terbaru Star Wars pun menjadi perbincangan. Apa itu epilepsi foto sensitif?
Baca juga: Disney Peringatkan Penonton Star Wars: The Rise of Skywalker, Picu Kejang-kejang
Melansir Epilepsy Society, epilepsi fotosensitif adalah kondisi kejang-kejang karena dipicu kedipan lampu atau pola cahaya dan gelap yang kontras.
Saat melihat kilatan cahaya kontras dan berulang, orang normal maupun epilepsi fotosensitif, sama-sama merasa tidak nyaman atau disorientasi sesaat.
Namun untuk memutuskan seseorang mengidap epilepsi fotosensitif atau tidak, Anda perlu dites EEG (electroencephalogram).
Tes EEG bekerja dengan cara merekam aktivitas otak. Hasil tes dapat mendeteksi kelainan pada sistem kelistrikan otak.
Melansir WebMD, epilepsi disebabkan kejang karena aktivitas listrik abnormal di otak.
Epilepsi umumnya disebabkan gangguan syaraf otak, keseimbangan neurotransmiter (pembawa pesan kimiawi di otak) terganggu, atau kombinasi keduanya.
Sedangkan untuk kasus epilepsi fotosensitif, terdapat peran genetika.
Prevalensinya, satu dari 100 orang di Amerika Serikat mengidap epilepsi, sebanyak 3-5 persen di antaranya memiliki epilepsi fotosensitif.
Kebanyakan pengidapnya anak-anak dan remaja berusia 7-19 tahun.
Anak perempuan lebih sering terkena epilepsi fotosensitif ketimbang anak laki-laki. Namun pengidap dari kalangan anak laki-laki lebih sering kejang-kejang.
Pada dasarnya, kejang-kejang pada pengidap epilepsi fotosensitif biasanya dipicu beberapa hal umum.