Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Penderita Depresi Rentan Tidur Berlebihan?

Kompas.com - 27/06/2020, 09:02 WIB
Ariska Puspita Anggraini

Penulis

KOMPAS.com - Tidur yang cukup juga menjadi bagian penting dalam menjaga kesehatan tubuh.

Namun, tidur berlebihan juga bisa menjadi tanda adanya gangguan mental berupa depresi.

Menurut psikolog Michelle Drerup, kurang tidur atau tidur berlebihan merupakan gejala adanya depresi.

Menurut Drerup, sebesar 15 persen penderita depresi mengalami tidur berlebihan, khususnya  penderita depresi atipikal.

Depresi atipikal adalah jenis depresi di mana penderitanya mengalami suasana hati yang dapat membaik sebagai respons terhadap peristiwa positif. 

Baca juga: Kelebihan dan Kekurangan Face Shield untuk Cegah Infeksi Virus

Meskipun suasana hati penderita depresi atipikal terlihat membaik, hal itu hanya berlaku sementara waktu dan mereka bisa kembali mengalami fase depresi atau suasana hati yang rendah.

Penderita depresi atipikal biasanya juga mengalami gejala lain seperti peningkatan nafsu makan dan sensitivitas meningkat.

Penyebab tidur berlebihan

Walaupun tidur berlebihan bisa menjadi gejala depresi, ada beberapa faktor yang turut memicunya.

"Ketika seseorang mengalami depresi, bisa jadi itu bentuk pelarian karena mereka kurang tidur," ucap Drerup.

Tidur berlebihan juga bisa disebabkan karena masalah kesehatan, seperti sleep apnea.

Penderita sleep apnea biasanya mengalami henti napas berulang kali saat tidur. Akibatnya, mereka tidak bisa memasuki fase tidur dalam atau tidur REM sebanyak yang mereka butuhkan saat malam hari.

Untuk mengganti waktu tidur yang hilang tersebut, penderita sleep apne biasanya akan tidur lebih lama di siang harinya.

Namun, tetap penderita sleep apnea merasa lelah meski telah tidur dalam waktu yang cukup lama.

"Sleep apnea biasanya juga dialami penderita depresi," tambah Drerup.

Faktor lain yang membuat penderita depresi tidur berlebihan adalah gangguan pada ritme sirkadian atau jam internal pada tubuh mereka.

"Tidur berlebihan juga bisa disebabkan akrena ritme sirkadian yang tertunda. Mereka tidak bisa tidur lebih awal sehingga sulit bangun di pagi hari," ucap Drerup.

Tidur berlebihan memang bisa menjadi gejala depresi. Namun, tidur berlebihan bukanlah penyebab depresi.

Di sisi lain, tidur berlebihan bisa memperburuk gejala depresi.

"Orang yang tidur berlebihan biasanya merasa tertinggal dan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal-hal yang mereka inginkan," ucap Drerup.

Itu sebabnya, Drerup menyarankan kita untuk memastikan kebutuhkan tidur terpenuhi, terutama bagi penderita depresi.

"Mengobati depresi akan menjadi hal yang sangat sulit jika pasien menderita insomnia atau berbagai gangguan tidur lainnya," ucap Drerup.

Sama halnya dengan kurang tidur, terlalu banyak tidur juga berdampak negatif pada kesehatan kita.

Kondisi ini bisa meningkatkan risiko diabetes, penyakit jantung, dan stroke.

"Tidur berlebihan juga meningkatkan masalah kesuburan, penurunan kognitif, dan obesitas," ucap Drerup.

Baca juga: Apakah Bahaya Tekanan Darah Rendah?

Cara mengatasi

Jika tidur berlebihan terjadi karena depresi, kita harus segera mencari bantuan profesional.

Selain itu, Drerup juga menawarkan beberapa teknik tertentu yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki pola tidur mereka. Berikut teknik tersebut:

1. Hindari menekan tombol "snooze" pada alarm

Menekan tombol "snooze" atau tunda akan membuat kita mengalami periode tidur singkat dan terfragmentasi.

Hal ini akan meningkatkan risiko tidur inersia yang membuat tubuh ingin tetap tertidur.

2. Bangun pagi sata akhir pekan

Akhir pekan biasanya dimanfaatkab banyak orang untuk bermalas-malasan, salah satunya bangun tidur saat matahari sudah terlalu terik.

Agar pola tidur terjaga, sebaiknya kita tetap konsisten dengan jadwal tidur kita sehari-hari meski saat akhir pekan.

Baca juga: Berapa Usia Ideal untuk Hamil?

3. Atur cahaya ruangan

Pastikan tubuh mendapatkan banyak cahaya di pagi hari dan mengurangi intensitas cahaya sebelum tidur agar membantu kita menjaga pola tidur yang konsisten.

"Cahaya membantu mematikan produksi melatonin yang memicu rasa kantuk di malam hari," kata Dr Drerup.

Saat pagi hari, sebaiknya kita memanfaatkannya untuk beraktiivtas di laur ruangan agar tubuh mendapatkan paparan cahaya yang cukup.

Sebaliknya, saat malam hari kita menghindari cahaya untuk memicu produksi hormon melatonin.

"Jadi itu sebabnya baik untuk keluar dan mengajak anjing berjalan-jalan di siang hari atau keluar untuk aktivitas."

Drerup juga menyarankan kita untuk berhenti menggunakan gadget saat malam hari.

Pasalnya, sinar biru yang dipancarkan oleh gadget juga bisa menekan produksi hormon melatonin.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau