KOMPAS.com - Keamanan ganja medis untuk digunakan masih menjadi perdebatan hangat di Indonesia karena manfaat dan efek samping yang dikhawatirkan.
Mengutip National Institute on Drug Abuse (NIDA), pengembangan obat dari tanaman ganja menimbulkan banyak tantangan.
Tanaman ganja mungkin mengandung ratusan bahan kimia aktif yang tidak diketahui serta mungkin sulit untuk mengembangkan produk dengan dosis bahan kimia yang akurat dan konsisten.
Penggunaan ganja sebagai obat juga menimbulkan masalah lain, seperti efek kesehatan yang merugikan dari merokok ganja dan gangguan kognitif yang diinduksi dari bahan kimia alaminya, tetrahydrocannabinol (THC).
Mengutip WebMD, tanaman ganja mengandung lebih dari 100 bahan kimia berbeda yang disebut cannabinoids. Masing-masing memiliki efek yang berbeda pada tubuh.
Baca juga: Manfaat Ganja Medis dan Efek Sampingnya bagi Kesehatan
Bahan kimia utama ganja medis yang digunakan dalam pengobatan, yaitu tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD).
Mengutip Verywell Health, baik THC dan CBD memiliki struktur kimia yang mirip dengan endocannabinoid alami tubuh.
Endocannabinoids adalah neurotransmitter yang bekerja di otak.
Neurotransmitter adalah pembawa pesan kimia yang menyampaikan sinyal antara sel-sel saraf dalam tubuh.
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) telah menyetujui obat berbasis THC, dronabinol (Marinol) dan nabilone (Cesamet).
Itu diresepkan dalam bentuk pil untuk pengobatan mual pada pasien yang menjalani kemoterapi kanker dan untuk merangsang nafsu makan pada pasien dengan wasting sindrom akibat AIDS.
Nabiximols (Sativex), semprotan mulut yang saat ini tersedia di Inggris, Kanada, dan beberapa negara Eropa untuk mengobati kelenturan dan nyeri neuropatik yang mungkin menyertai multiple sclerosis.
Obat itu menggabungkan THC dengan CBD.
FDA juga menyetujui obat cair berbasis CBD yang disebut Epidiolex untuk pengobatan dua bentuk epilepsi anak yang parah, sindrom Dravet dan sindrom Lennox-Gastaut.
Baca juga: Apa Itu Ganja Medis?
Mengutip Verywell Health, beberapa potensi manfaat ganja medis adalah dapat mengatasi gangguan kesehatan berikut:
Semantara, beberapa argumen pendukung dari pengguna ganja medis mengatakan bahwa "obat" ini meliputi:
Baca juga: Bagaimana Manfaat Ganja Medis untuk Cerebral Palsy?
Mengutip On Health, menurut beberapa penelitian, ganja medis dapat bermanfaat untuk mengobati gejala kejang pada anak-anak dengan epilepsi.
Salah satu jenis ganja medis, "Charlotte's Web" terbukti mampu meredakan gejala epilepsi pada anak tanpa membuat mereka mabuk karena kadar CBD yang tinggi dari pada THC.
Kecenderungan penggunaan ganja medis untuk mengatasi epilepsi pada anak-anak relatif baru.
Satu studi dari 74 anak usia 1-18 dengan epilepsi berat menemukan bahwa 89 persen melaporkan beberapa pengurangan kejang setelah pengobatan menggunakan minyak CBD.
Manfaat positif lainnya yang dilaporkan oleh subjek penelitian ini termasuk:
Efek samping yang dilaporkan termasuk:
Baca juga: Bisakah Ganja Medis Obati Cerebral Palsy? Ini Hasil Studinya
Mengutip Verywell Health, meski ganja medis memiliki banyak manfaat, masih ada beberapa kelemahan yang tidak baik bagi kesehatan, yaitu:
Baca juga: Mengenal Ganja Medis dan Pro Kontranya di Indonesia
Dari daftar kelemahan tersebut, efek samping ganja medis dibedakan dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Mengutip On Health, efek samping jangka pendek dari ganja medis meliputi:
Dalam dosis besar, beberapa pasien ganja medis akan mengalami halusinasi, paranoia, dan delusi.
Jika pasien memiliki masalah pernapasan seperti bronkitis, merokok ganja dapat memperburuk efek samping tersebut.
Seiring dengan lama penggunaan ganja medis, pasien dapat mengalami efek samping jangka panjang.
Baca juga: Selain Kecanduan, Pengguna Ganja Lebih Berisiko Alami Stroke
Efek samping ganja medis jangka panjang ini termasuk masalah pernapasan, seperti:
Lalu, apakah ganja medis itu adiktif untuk bisa memicu efek jangka panjang bagi kesehatan?
Mengutip On Health, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan kriteria untuk ketergantungan ganja.
Seseorang harus menjadi pengguna aktif ganja dan memenuhi tiga atau lebih kriteria berikut:
Risiko ketergantungan ganja memang lebih rendah dari pada risiko ketergantungan obat umum lainnya.
Risiko ketergantungan ganja diperkirakan sekitar 9 persen, sedangkan lainnya:
Namun, risiko ketergantungan ganja naik menjadi 16 persen, ketika penggunaan dimulai pada masa remaja.
Baca juga: Meski Kontroversial, Ganja Terbukti dapat Sembuhkan 5 Penyakit Ini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.