Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bikin Orang Tak Malu Pamer Alat Kelamin, Apa Penyebab Ekshibisionis?

Kompas.com - 12/05/2023, 22:01 WIB
Ariska Puspita Anggraini

Penulis

KOMPAS.com - Pernahkah Anda mendengar berita tentang seseorang yang masuk penjara karena pamer alat kelaminnya?

Memamerkan alat kelamin ke orang lain bisa masuk kategori pelecehan seksual. Orang yang melakukan hal tersebut biasanya menderita gangguan jiwa yang dikenal dengan nama ekshibisionis.

Dalam laman Psychology Today, ekshibisionis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan dorongan, fantasi, atau tindakan untuk memperlihatkan alat kelamin orang lain tanpa persetujuan, terutama orang asing.

Orang dengan gangguan ekshibisionis memiliki preferensi untuk menunjukkan alat kelamin mereka kepada anak-anak praremaja, orang dewasa, atau keduanya.

Orang dengan gangguan ekshibisionis biasanya menyangkal kondisi yang terjadi pada mereka.

Mereka yang memiliki gangguan ekshibisionis biasanya memiliki dorongan fantasi untuk memperlihatkan alat kelamin ke orang lain.

Bukannya merasa malu, penderita ekshibisionis justru merasa senang saat memamerkan alat kelaminnya.

Baca juga: Apakah Penyakit Bipolar Bisa Sembuh? Berikut Faktanya...

Penyebab ekshibisionis

Penyebab ekshibisionis masih belum diketahui pastinya. Namun, para ahli menyebut bahwa faktor risiko seperti gangguan kepribadian antisosial, dan ketertarikan pada pedofilia, bisa menjadi pemicu gangguan ekshibisionis.

Orang yang pernah mengalami pelecehan seksual dan emosional di masa kanak-kanak juga bisa mengalami gangguan ekshibisionis.

Gangguan ekshibisionis bisanya terkait erat dengan hiperseksual. Orang yang mengalami ekshibisionis bisa mendapatkan kesenangan dari respon kaget korbannya saat ia memamerkan alat kelamin.

Meski perilaku tersebut tidak berbahaya, dan ekshibisionis juga berpeluang besar melakukan kejahatan seksual seperti pemerkosaan.

Kondisi semacam ini biasanya terlihat saat remaja akhir atau dewasa awal.

Bagaimana cara mengatasi ekshibisionis?

Pengobatan gangguan ekshibisionistik bisa dilakukan melalui psikoterapi dengan dokter yang berspesialisasi dalam gangguan seksual.

Pasien ekshibisionis juga bisa mendapatkan perawatan dengan obat psikotropika yang diresepkan jika dorongannya parah dan tidak dapat dikendalikan melalui motivasi diri dan terapi saja.

Terapi yang bisa diberikan untuk pasien ekshibisionis salah satunya terapi perilaku kognitif (CBT).

CBT adalah jenis terapi yang mungkin berguna untuk mengenali pemicu yang mengarah pada dorongan dan mengajarkan cara yang berbeda dan tepat untuk mengatasi dorongan ekshibisionistik.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Hiperseks, Penyebab, dan Ciri-cirinya

Pasien juga bisa mendapatkan obat-obatan seperti SSRI (Selective serotonin reuptake inhibitors) seperti Fluoxetine untuk membantu mengatasi komplikasi seperti depresi, kecemasan, dan menurunkan gairah seks individu.

Terkadang, dokter juga memberikan antiandrogen berupa cyproterone acetate dan Medroxyprogesterone acetate untuk menurunkan kadar testosteron yang pada gilirannya menurunkan hiperseksualitas.

Jika obat-obatan ini tidak membantu, obat-obatan lain yang bisa digunakan antara lain Depot medroksiprogesteron asetat dan GnRH (Gonadotropin-releasing hormone) agonis yaitu elagolix, degarelix dan sejenisnya.

Obat-obatan ini menurunkan produksi hormon perangsang folikel dan hormon luteinizing dari kelenjar hipofisis, yang pada akhirnya akan menurunkan produksi testosteron.

Baca juga: Tak Bisa Disepelekan, Hiperseks Pengaruhi Kesehatan dan Kehidupan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya
Studi: Ingatan yang Kurang Spesifik Bisa Picu Gangguan Kejiwaan Lebih Dini
Studi: Ingatan yang Kurang Spesifik Bisa Picu Gangguan Kejiwaan Lebih Dini
Health
Kemenkes Prioritaskan Eliminasi Malaria di Papua yang Masih Tinggi Kasusnya
Kemenkes Prioritaskan Eliminasi Malaria di Papua yang Masih Tinggi Kasusnya
Health
Haruskah Orang Dewasa Tidur 7 Jam Setiap Hari untuk Kurangi Risiko Stroke? Ini Kata Dokter…
Haruskah Orang Dewasa Tidur 7 Jam Setiap Hari untuk Kurangi Risiko Stroke? Ini Kata Dokter…
Health
Penyebaran Mpox Meningkat: Kenali Gejalanya dan Lakukan Pencegahan Berikut...
Penyebaran Mpox Meningkat: Kenali Gejalanya dan Lakukan Pencegahan Berikut...
Health
Studi: Kerja Lembur Terlalu Sering Bisa Ubah Struktur Otak
Studi: Kerja Lembur Terlalu Sering Bisa Ubah Struktur Otak
Health
Status Darurat Mpox Diperpanjang WHO: Penyebaran Meningkat, Gejala dan Pencegahan Diperketat
Status Darurat Mpox Diperpanjang WHO: Penyebaran Meningkat, Gejala dan Pencegahan Diperketat
Health
Gejala Mirip Covid-19, Virus HKU5 Jadi Ancaman Pandemi Baru
Gejala Mirip Covid-19, Virus HKU5 Jadi Ancaman Pandemi Baru
Health
Efektifkah Makan Sayur dan Buah untuk Menurunkan Kolesterol? Ini Kata Dokter…
Efektifkah Makan Sayur dan Buah untuk Menurunkan Kolesterol? Ini Kata Dokter…
Health
Sering Dianggap Sepele, Lewatkan Biopsi Bisa Buat Kanker Tak Terdeteksi
Sering Dianggap Sepele, Lewatkan Biopsi Bisa Buat Kanker Tak Terdeteksi
Health
Punya Orangtua Narsis, Apa yang Harus Dilakukan? 
Punya Orangtua Narsis, Apa yang Harus Dilakukan? 
Health
Waspadai Uap Rokok Obat, Ini Kata Dokter soal Dampaknya bagi Paru-paru
Waspadai Uap Rokok Obat, Ini Kata Dokter soal Dampaknya bagi Paru-paru
Health
Tanda-tanda Anak yang Dibesarkan oleh Orangtua Narsis
Tanda-tanda Anak yang Dibesarkan oleh Orangtua Narsis
Health
Bisakah Mengandalkan ChatGPT Membaca Hasil Pemeriksaan Medis?
Bisakah Mengandalkan ChatGPT Membaca Hasil Pemeriksaan Medis?
Health
Ada Black Mold di Ruangan, Seberapa Berbahaya untuk Kesehatan?
Ada Black Mold di Ruangan, Seberapa Berbahaya untuk Kesehatan?
Health
Menu Makanan di Sekolah Bisa Jadi Kunci Anak Makan Sehat, Ini Kata Ahli Gizi
Menu Makanan di Sekolah Bisa Jadi Kunci Anak Makan Sehat, Ini Kata Ahli Gizi
Health
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau