Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/05/2023, 19:25 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Tingkat kecanduan rokok pada remaja di Indonesia masih tinggi, bahkan mengalami kenaikan yang harus diwaspadai.

Satuan Tugas (Satgas) Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. Angga Wirahmadi, Sp.A(K) mengatakan bahwa jumlah perokok kalangan remaja meningkat dari 2014, baik remaja perempuan maupun laki-laki.

"Berbagai upaya yang sudah kita lakukan selama ini, faktanya tidak mengurangi jumlah perokok remaja," kata Dr. Angga dalam acara "Dampak Merokok Pasif pada Kesehatan Anak" pada Sabtu (27/5/2023).

Baca juga: Kandungan Rokok yang Membuatnya Berbahaya untuk Kesehatan

Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey 2019, jumlah perokok remaja laki-laki dan perempuan usia 13-15 tahun meningkat 18,8 persen.

Pada remaja perempuan, jumlah perokok meningkat dari 2,5 persen (2014) menjadi 2,9 persen (2019).

Kebanyakan perokok kalangan remaja perempuan berstatus menengah ke atas dan tinggal di daerah perkotaan.

Pada remaja laki-laki, jumlah perokok meningkat dari 33,9 persen (2014) menjadi 35,5 persen (2019).

Kebanyakan status ekonomi perokok kalangan remaja laki-laki berada pada menengah ke bawah.

Baca juga: Kenali Apa Itu Nikotin dan Efek Sampingnya

Dari aspek pendidikan, remaja yang kecanduan rokok usia 15-24 tahun rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang rendah.

"Di kalangan perempuan, sebagian besar tidak sekolah. Sedangkan kalangan laki-laki, sebagian besar belum tamat SD," ungkapnya.

"Tingkat pendidikan rendah, sosial ekonomi rendah, ditambah kecanduan merokok tentunya akan menjadikan remaja kita di masa depannya lebih suram," lanjutnya.

Belum lagi, Dr. Dimas Dwi Saputro, Sp.A mengatakan bahwa ada risiko kesehatan dari kebiasaan merokok sejak usia remaja, seperti berkembangnya penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumonia, bronkitis, asma, dan lain sebagainya di usia produktif di masa datang.

"Kalau anak remaja sekarang berisiko sakit-sakitan karena merokok, apakah kita bisa merasakan bonus demografi pada 2045?" ucap Dr. Dimas sebagai Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI.

Pada 2045, diproyeksikan Indonesia akan mendapatkan generasi emas dari bonus demografi karena 70 persen penduduknya akan berada dalam usia produktif dengan pendapatan per kapita 47.000 USD (tujuh kekuatan ekonomi terbesar di dunia).

Baca juga: 8 Macam Kerusakan Organ karena Efek Merokok yang Harus Diwaspadai

Bagaimana remaja Indonesia kecanduan rokok?

Dr. Angga mengatakan bahwa tingginya jumlah perokok remaja di Indonesia karena beberapa alasan, seperti:

  • Masa remaja merupakan masa awal di mana anak ingin mencoba-coba dan pada akhirnya menjadi kecanduan (adiksi)
  • Mereka rentan melakukan perilaku impulsif, berbahaya, dan menantang
  • Remaja cenderung meremehkan bahaya merokok dan merasa percaya diri yang berlebihan dengan kesehatan dirinya

Baca juga: 10 Penyakit Kronis sebagai Efek Merokok yang Harus Diwaspadai

Remaja bisa sampai pada tingkat adiksi rokok melalui beberapa tahapan, yaitu:

  • Tahap preperation: melihat merokok sebagai aktivitas yang menyenangkan.
  • Tahap initiation: mengadaptasi apa yang dilihat atau didengar dengan ingin mencobanya langsung
  • Tahap becoming a smoker: mulai rutin merokok pada waktu tertentu. Minimal 4 batang per hari.
  • Tahap maintenance of smoking: di mana merokok sudah menjadi bagian dari keseharian yang menimbulkan efek relaksasi dan menyenangkan.

Sementara, Dr. Angga mengatakan bahwa banyak faktor yang memengaruhi remaja Indonesia kecanduan rokok. Faktor-faktor tersebut meliputi:

  • Persepsi terhadap produk tembakau, seperti rokok konvensional dan vape
  • Keluarga dan teman yang perokok
  • Peran sekolah
  • Kebijakan dan implementasinya

Baca juga: Paparan Asap Rokok Bisa Jadi Faktor Tak Langsung Penyebab Stunting

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com