KOMPAS.com - Pasien kanker merupakan kelompok yang paling rentan terinfeksi Covid-19. Jika tertular, bukan hanya dampaknya lebih parah, tapi juga menghambat pengobatan kankernya.
Estriningsih, penyintas kanker payudara, mengatakan, harus menunda pengobatan kankernya sampai tiga minggu karena tertular Covid-19 di akhir Juli 2021.
“Seharusnya pengobatan selesai lebih awal, tetapi karena terkena Covid-19 jadi tertunda,” kata Estri dalam acara talkshow yang digelar Cancer Information and Support Center (CISC) secara virtual (15/12/2022).
Ia mengatakan, dirinya terdiagnosis kanker payudara stadium 3A pada November 2020 dan harus menjalani mastektomi dan kemoterapi selama enam kali, dilanjutkan dengan terapi target 18 kali.
“Ketika akan menjalani terapi target saya diwajibkan swab test dan hasilnya positif Covid-19. Gejalanya demam, batuk pilek, dan linu tulang, untungnya tidak ada sesak. Tapi pengobatan harus ditunda sampai tiga minggu,” paparnya.
Baca juga: Mengapa Demam Bisa Membahayakan Pasien Kanker?
Pasien kanker diketahui memiliki kekebalan tubuh yang lebih rendah sehingga kurang mampu melawan penyakit dan infeksi, termasuk Covid-19. Mereka juga lebih rentan mengalami keparahan, perawatan di rumah sakit, dan kematian akibat virus ini.
Ketidakmampuan tubuh melawan virus penyebab Covid-19 ini bisa terjadi karena kanker itu sendiri mau pun efek samping terapi kanker.
“Paparan Covid-19 akan menjadi masalah pada pasien dengan kanker darah seperti leukemia, limfoma. Pasien kanker yang sedang menjalani kemoterapi juga termasuk kelompok rentan,” kata dr.Jeffry Beta Tenggara, Sp.PD-KHOM, dalam acara yang sama.
Ketika pasien kanker tertular Covid-19, maka pengobatannya kankernya harus dihentikan dulu. Sehingga seringkali ketika pengobatan akan dilanjutkan penyakitnya sudah menjadi lebih berat.
“Pada kelompok yang rentan ini perlu ada perlindungan agar pengobatan yang dijalani tidak ada jeda,” ujarnya.
Imunisasi pasif
Pada kelompok rentan, perlindungan terhadap Covid-19 bisa dilakukan dengan pemberian vaksin yang secara aktif dapat merangsang sistem imun dan juga terapi imunisasi pasif seperti antibodi monoklonal sebagai proteksi tambahan.
Dijelaskan oleh dokter Jeffry, prinsip dari pemberian vaksinasi aktif atau pun pasif adalah mencegah terjadinya Covid-19 berat.
“Vaksinasi aktif mengikuti jadwal pemerintah, sedangkan monoklonal antbodi bisa diberikan setiap 6 bulan selama masuk dalam populasi rentan,” paparnya.
Baca juga: Booster Kedua, sampai Kapan Masyarakat Harus Vaksin Covid-19?
Antibodi monoklonal pada prinsipnya bekerja untuk merangsang terbentuknya kekebalan tubuh.
“Pasien kanker yang sedang kemoterapi kemungkinan tidak memiliki perlindungan antibodi yang cukup, sehingga kita tambahkan dari luar untuk meningkatkan suplai melawan Covid-19,” kata dr.Jeffry.
Sementara itu, untuk pengobatan Covid-19 pada pasien kanker sendiri tidak berbeda dengan populasi lainnya, namun tetap harus dipantau apakah gejalanya menjadi berat atau tidak.
Estri sendiri ketika tertular Covid-19 mendapat pengobatan untuk alergi, batuk, serta vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
“Yang menjadi concern adalah melindungi diri agar imun selalu baik. Jadi pola pikir perlu dibenahi, berdampai dengan penyakit kanker, berserah pada Yang Maha Kuasa, dan menjalani pengobatan dengan hati gembira,” katanya.
Selain itu, yang paling penting adalah pencegahan agar jangan sampai tertular Covid-19, dengan cara selalu menggunakan masker dan mengurangi frekuensi bepergian agar terhindar dari kerumunan.
Baca juga: Vaksin Booster Covid-19 Jadi Salah Satu Kunci Pemutusan Mata Rantai Covid-19
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.