KOMPAS.com - Delapan tahun yang lalu sama sekali tidak terbesit dalam pikiran Bayu Dwityo Praharso akan berkenalan dengan penyakit bernama "Limfoma Hodgkin".
Pria kelahiran 6 Juni 1995 ini menjalankan aktivitas laiknya anak kuliahan yang super aktif di semester 6 jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Paramadina.
Suka begadang, makan sembarangan, dan merokok tak ketinggalan.
Waktu tidurnya kala itu paling cepat jam 3 pagi. Bahkan, terkadang jam segitu ia masih seru mengerjakan tugas di kampus.
Ternyata, lambat-laun gaya hidup aktif ala Bayu itu menjadi boomerang untuknya.
Ia menemui tubuhnya mengalami kelelahan ekstrem, sering muncul rasa nyeri di badannya, benjolan, batuk-batuk, dan demam.
Tumbuh besar di lingkungan dengan pengetahuan masalah kesehatan yang minim, ia berpikir kondisinya hanya kelelahan dan masuk angin biasa.
Sampai akhirnya ia memutuskan periksa ke dokter karena gejala itu semakin intens terjadi.
Baca juga: Limfoma Hodgkin
"Awalnya cuma seminggu sekali, gejalanya lama-lama muncul 4 atau 3 hari sekali. Semakin lama gejalanya berasa lebih parah di setiap harinya," kata Bayu saat berbagi cerita dalam webinar "Hari Kanker Sedunia 2023: Menutup Kesenjangan Akses Pengobatan Inovatif Limfoma Hodgkin", pada Kamis (24/2/2023).
Untuk pertama kali memeriksakan kondisinya ke dokter, ia didiagnosis radang otot.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.