KOMPAS.com - Belum lama ini permainan online roleplay (RP) ramai menjadi buah bibir di sosial media.
Seorang anak perempuan usia 11 tahun ketahuan asyik bermain roleplay online oleh ayahnya dan berakhir mendapatkan hardikan.
Setelah dicari tahu, anak tersebut bermain RP dengan pengguna Tiktok yang tidak dikenalnya.
Baca juga: 7 Dampak Kecanduan Gadget pada Kesehatan
Bahkan, konten RP yang dimainkannya berbau dewasa, di mana ia diceritakan sudah memiliki anak yang diperankan oleh user Tiktok lain.
Beberapa profesional kesehatan mental menyoroti ini, salah satunya Dr. Zulvia Oktanida Syarif SpKJ yang telah bersuara di akun Instagramnya.
Menurutnya, usia 11 tahun termasuk usia anak yang masih dalam masa pertumbuhan fisik maupun mental, yang masih terlalu dini untuk bermain roleplay.
"(Di usia 11 tahun) seorang anak baru belajar bagaimana bisa mengenali dirinya sendiri dan lingkungannya," kata Dr. Zulvia yang biasa disapa Vivi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (21/6/2023).
Ketika anak belia bermain peran orang dewasa akan ada dampak negatif pada kognisi dan mentalnya.
Baca juga: Kenali Perubahan Perilaku Anak yang Kecanduan Gadget
Anak-anak yang bermain roleplay, menurut Dr. Vivi, dapat mengalami dampak buruk seketika dan jangka panjang.
Dampak buruk seketika bisa membuat anak menjadi lebih kecanduan gadget.
"Jadi, dia tidak fokus dengan aktivitas kesehariannya, untuk belajar atau berkegiatan lain yang seusianya. Dia akan lebih asyik chatting menggunakan gadgetnya," ujar Dr. Vivi.
Alhasil, lanjutnya, "Jam tidur dan prestasi akademiknya juga bisa menurun."
Secara jangka panjang, dampak bermain roleplay online pada anak bisa menyebabkan gangguan dalam proses pembentukan identitas dirinya.
Baca juga: Berbagai Dampak Gagdet untuk Anak dan Cara Orangtua Mengatasinya
Apalagi, roleplay online dapat dimainkan secara sembarangan. Usia dan gender bisa disamarkan untuk memainkan konten yang bisa memuat visual dan bahasa vulgar, bahkan pornografi.
"Anak bisa bermain peran sebagai orang dewasa yang tidak sesuai dengan umurnya. Ketika dia chatting, bisa melibatkan bahasa-bahasa orang dewasa yang vulgar terkait seksual," ujarnya.
Anak yang terpapar konten dewasa, akan mengalami gangguan di bagian otak yang menjalankan fungsi kognitif, memori, konsentrasi, penilaian situasi, dan pengambilan keputusan.
"Jadi, seorang anak bisa menjadi lebih impulsif, tidak bisa menilai yang baik dan buruk, tidak bisa mengambil keputusan dengan bijak. Itu efek jangka panjangnya," terangnya.
Dr. Vivi mengatakan bahwa permainan yang cocok untuk anak usia sekolah sekitar 6-12 tahun adalah permainan yang sifatnya konkret.
"Permainan yang bisa membangun kerja sama dan interaksi sosial secara langsung," ucapnya.
Baca juga: Bermain Puzzle, Salah Satu Cara untuk Tingkatkan Praktik Mindfulness
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.