KOMPAS.com - Penyandang hemofilia sangat mudah mengalami perdarahan, baik karena adanya luka goresan atau pun perdarahan spondan di dalam tubuh. Kondisi ini bukan hanya menyebabkan kecacatan, tapi juga beresiko kematian.
Perdarahan yang susah berhenti itu disebabkan karena tubuh penyandang hemofilia kekurangan faktor pembekuan darah. Terdapat dua jenis hemofilia, yakni hemofilia A dan hemofilia B. Hemofilia A terjadi karena kekurangan faktor pembekuan darah VIII dan hemofilia B terjadi karena kekurangan faktor IX. Sebanyak 85 persen kasus yang ditemukan merupakan pasien hemofilia A.
Dijelaskan oleh dokter spesialis anak subspesialis hematologi onkologi Novie Amalia Chozie, pengobatan hemofilia di Indonesia kebanyakan bersifat on-demand alias saat ada perdarahan baru diberikan suntikan faktor pembeku darah.
Terapi on-demand seperti itu memiliki banyak kekurangan. Antara lain kerja obat yang lama, harus diberikan setiap 12 jam, pemberian suntikan juga hanya bisa dilakukan di layanan kesehatan.
Baca juga: Anak Gampang Memar dan Perdarahan, Waspadai Gejala Hemofilia
"Saat ini berkembang terapi inovatif yang bersifat pencegahan perdarahan (profilaksis) berupa konsentrat faktor pembekuan darah. Pemberiannya dengan cara disuntikkan di bagian subkutan kulit dan bisa dilakukan sendiri di rumah," papar dokter Novie.
Di Indonesia terapi profilaksis diberikan dalam dosis rendah yaitu 10 unit per kilogram berat badan.
"Di negara maju ada banyak pilihan, yang dosis rendah, menengah, bahkan tinggi. Sementara kita baru pakai yang dosis rendah," ujarnya.
Terapi profilaksis untuk mencegah perdarahan dapat dilakukan dengan memberikan faktor pembekuan, berupa faktor VIII dosis rendah atau bypassing agent untuk pasien-pasien dengan antibodi faktor VIII, maupun non-factor replacement therapy, yaitu emicizumab.
Kendala dari penggunaan terapi inovatif adalah harganya yang mahal dan tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Padahal, pengobatan dan perawatan hemofilia berlangsung seumur hidup.
Aryo (15) merupakan salah satu dari tiga penyandang hemofilia di Indonesia yang sudah mendapatkan terapi emicizumab. Menurut orangtuanya, Anisah, Aryo mendapatkan suntikan sebulan sekali.
Baca juga: Cara Mengobati Hemofilia pada Anak yang Penting Diketahui Orangtua
"Sekarang aktivitas Aryo sangat normal, ia bahkan senang main basket atau futsal. Padahal sejak kecil ia kami jaga seperti telur, tidak boleh aktivitas fisik karena rawan perdarahan," ujar Anisah.
Ia merasa beruntung karena tempat kerja suaminya menanggung biaya pengobatan profilaksis Aryo.
Menurut dokter Novie, walau lebih mahal sebenarnya terapi inovatif memiliki banyak keunggulan, salah satunya kualitas hidup penyandang hemofilia lebih baik.
"Dalam jangka panjang, pengobatan dengan terapi inovatif juga lebih cost-effective," ujarnya.
Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia Prof.dr. Djajadiman Gatot mengatakan target utama dari pengobatan hemofilia adalah membuat penyandang penyakit ini hidup senormal mungkin.
Menurutnya, saat ini juga tersedia terapi gen yang dilakukan dengan mengganti gen rusak di tubuh sehingga kembali bisa menghasilkan faktor pembekuan darah.
"Ini adalah terapi yang ideal, tetapi harganya sangat mahal," ujarnya.
Baca juga: Gejala Pembekuan Darah yang Pantang Diabaikan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya