KISAH inspiratif Katalin Karikó dan Drew Weissman telah mengejutkan dunia kedokteran dan ilmiah.
Keduanya dianugerahi Nobel Bidang Kedokteran atas penemuan revolusioner mereka dalam modifikasi basa nukleosida, yang membuka jalan bagi pengembangan vaksin mRNA yang efektif melawan COVID-19.
Namun, sebelum meraih puncak prestasi ini, Karikó pernah menghadapi penolakan yang cukup keras, bahkan dari fakultasnya sendiri.
Pertemuan yang tak terduga antara Katalin Karikó dan Drew Weissman terjadi saat keduanya sama-sama berada di Universitas Pennsylvania.
Mereka bertemu ketika sedang mengantre hendak mem-fotocopy makalah penelitian. Saat itulah, dua pikiran brilian ini bersinggungan dan percakapan mereka membawa dampak besar bagi dunia kedokteran.
Katalin Karikó adalah seorang ahli di bidang RNA, sedangkan Drew Weissman memiliki latar belakang imunologi.
Mereka mulai membicarakan ide-ide dan gagasan-gagasan baru, yang akhirnya memunculkan konsep yang akan mengubah paradigma dalam kedokteran.
Keunggulan dari mRNA yang ditemukan Karikó dan Weissman adalah kemampuannya untuk memicu pembentukan antibodi tingkat tinggi tanpa perlu menyuntikkan virus hidup ke dalam tubuh.
Ini adalah terobosan besar yang membedakan vaksin mRNA dari pendahulunya.
RNA, atau asam ribonukleat, adalah molekul yang terdapat dalam sel. Informasi genetik dalam DNA (asam deoksiribonukleat) ditransfer ke mRNA (messenger RNA) untuk membentuk suatu protein.
Kedua peneliti ini menemukan bahwa dengan melakukan modifikasi pada basa nukleosida, mRNA dapat menghindari reaksi inflamasi yang sebelumnya terjadi dalam ujicoba pada hewan dan meningkatkan ekspresi protein.
Perjalanan karier Katalin Karikó penuh liku-liku. Setelah meraih gelar PhD dalam Biochemistry dari Universitas Szeged, Hongaria pada 1982, ia menghadapi serangkaian penolakan dari laboratorium-laboratorium di Eropa.
Pada 1985 menjadi poin penting ketika Karikó dan keluarganya memutuskan untuk meninggalkan Hongaria.
Tiba di Philadelphia, Karikó melanjutkan studi post-doktoralnya di Temple University dan University of Health Science, Bethesda.
Pada 1989, ia bergabung dengan Universitas Pennsylvania (UPenn) sebagai Asisten Profesor. Namun, perjalanan ini juga penuh dengan hambatan, terutama dalam hal pendanaan penelitian.
UPenn menghadapinya dengan ultimatum: meninggalkan penelitiannya atau menghadapi penurunan pangkat dan pemotongan gaji.
Peringatan ini didorong kenyataan bahwa Karikó tidak dapat mendapatkan dana yang cukup untuk penelitiannya.
Pada saat yang sama, penelitian mRNA dipandang skeptis oleh banyak ilmuwan karena dianggap tidak berhasil. Pimpinan UPenn bahkan menganggap mRNA sebagai sesuatu yang "tidak praktis".
Selama periode sulit ini, Karikó sempat merasa dirinya tidak cukup baik atau cerdas untuk menjadi seorang ilmuwan.
Pada masa sulit ini, Karikó kemudian menerima tawaran sebagai wakil presiden BioNTech RNA Pharmaceuticals di Jerman, perusahaan yang saat itu belum terkenal seperti sekarang.
Pada 2005, Karikó dan Weissman akhirnya berhasil mengembangkan modifikasi basa nukleosida yang memungkinkan mRNA menghindari respons inflamasi yang dilancarkan oleh sistem kekebalan. Ini adalah terobosan yang menjadi pondasi bagi pengembangan vaksin mRNA.
Sekarang lebih dari 1,5 miliar dosis mRNA telah disuntikkan ke seluruh dunia dalam respons terhadap pandemi COVID-19.
Sejak 2021, Karikó menjadi Profesor di Universitas Szeged dan Adjunct Professor di Perelman School of Medicine di University of Pennsylvania.
Kisah Katalin Karikó mengajarkan kita beberapa pelajaran berharga. Pertama, di dunia akademis, penelitian berkualitas sering kali harus berjuang melawan hambatan, termasuk kesulitan dalam mendapatkan dana.
Dunia akademik tidak jarang terjebak dalam paradigma positivisme yang mengedepankan kuantitas material daripada kualitas yang tak nampak.
Penelitian berkualitas tinggi tidak jarang menemukan hambatan karena ‘tidak dianggap penting’ oleh birokrat-birokrat universitas.
Sementara itu, universitas juga sering kali kurang bersabar untuk mendapatkan hasil, padahal penelitian yang berkualitas butuh waktu panjang untuk merealisasikannya..
Kedua, pengakuan dalam komunitas ilmiah tidak segera datang, bahkan ketika bukti-bukti penelitian menunjukkan perlunya perubahan paradigma mendesak.
Sebagaimana Thomas Kuhn menyatakan bahwa perubahan paradigma tidak dapat langsung terjadi sekalipun sudah banyak bukti yang menggugurkan teori yang mapan terkumpul.
Kisah liku-liku penemuan mRNA mengingatkan pada Albert Einstein, yang dianugerahi Nobel Fisika pada 1921 bukan karena teori relativitas-nya yang revolusioner, tetapi karena penemuan tentang efek fotoelektrik.
Sebelum 1921, sebenarnya ia sudah mencetuskan teori relativitas khusus dan umum, tapi komunitas ilmiah tidak terlalu menanggapi karena kesulitan memahami teori tersebut, dan terbatasnya eksperimen mengenainya. Komunitas ilmiah nampaknya lamban dalam merespons perubahan.
Kisah inspiratif Katalin Karikó adalah pengingat bahwa sistem akademis perguruan tinggi perlu mengevaluasi diri, sensitif terhadap kualitas penelitian, memberikan ruang pada kebaruan, dan responsif terhadap perubahan.
Dengan demikian, dunia akademis betul-betul menyediakan iklim yang subur untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi para peneliti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.