Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
CIRCULAR ECONOMY

Tak Banyak yang Sadar, Proses Ini Memperbesar Potensi Kontaminasi BPA ke Air Minum

Kompas.com - 23/10/2023, 15:03 WIB
Sheila Respati,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Penghuni kota besar yang kerap bermacet-macetan di jalan pastinya tak asing dengan pemandangan truk pembawa air minum dalam kemasan plastik keras polikarbonat.

Air minum dalam kemasan tersebut tak jarang terpapar langsung matahari karena tidak terlindungi oleh penutup apa pun ketika dibawa truk. Ternyata, pada saat-saat tersebut berlangsung proses yang dapat memengaruhi kesehatan konsumen air minum dalam kemasan plastik polikarbonat.

Pada saat terpapar panas matahari, ada kimia berbahaya yang terlepas dari kemasan dan berpotensi mengontaminasi air minum di dalamnya. Bahan kimia tersebut bernama bisphenol A (BPA).

Pakar polimer dari Center for Sustainability and Waste Management Universitas Indonesia (CSWM UI) Mochamad Chalid dalam keterangan tertulis yang disampaikan, Sabtu (21/10/2023), mengatakan bahwa paparan suhu panas berpotensi melepaskan dan mentransmisi BPA dari kemasan galon guna ulang ke air minum.

“Peluruhan BPA sangat tergantung pada suhu dan berapa lama galon kemasan air minum guna ulang itu disimpan atau digunakan. Hal itu yang bisa berdampak terjadinya migrasi BPA ke dalam produk air minum dalam kemasan,” kata Mochamad.

Baca juga: Bahaya Kontaminasi BPA (Bisphenol-A) dan Persoalan Kedaulatan Air

Selain itu, ia menjelaskan, peluruhan dan kontaminasi BPA ke air minum dalam kemasan juga bisa disebabkan oleh faktor lain. Misalnya saja, pencucian galon polikarbonat yang dilakukan secara tidak tepat.

Apabila dicuci dengan bahan mengandung deterjen, kata Mochamad, keasaman atau pH pada air kemasan juga bisa meningkat sehingga tidak ideal dikonsumsi. Pencucian dengan sikat kasar dan air panas juga mempercepat perusakan lapisan polikarbonat yang menyebabkan BPA terlepas lebih mudah ke air minum.

“Goncangan keras yang dialami oleh galon-galon air selama perjalanan truk-truk pengangkutnya juga dapat menyebabkan senyawa berbahaya ini terlepas. Goncangan tersebut memberi tekanan tambahan pada dinding polikarbonat, mempercepat proses peluruhan BPA dan membuatnya dengan mudah bercampur dengan air minum di dalamnya,” tambah Mochamad.

Dampak BPA bagi manusia

Selama bertahun-tahun air minum dengan kemasan guna ulang sudah digunakan oleh masyarakat. Namun, kemungkinan transfer BPA ke air minum tidak banyak mendapat perhatian konsumen.

Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pandu Riono, pada kesempatan yang sama, dampak BPA tidak bisa disepelekan dalam tubuh manusia.
“Bahkan BPA sudah ada potensi bisa mengganggu pertumbuhan janin dalam kandungan, sehingga dalam perkembangannya akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan, termasuk di antaranya Autism Spectrum Disorder (ASD) dan Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD),” kata Pandu.

Menurut Pandu Riono, akumulasi konsumsi air yang terkontaminasi BPA dalam jangka panjang juga akan menimbulkan banyak gangguan kesehatan, mulai dari gangguan reproduksi, kesehatan mental, perkembangan anak, hingga kanker.

Baca juga: Kenali Apa itu BPA (Bisphenol A) dan Bahayanya untuk Kesehatan

“Semua penyakit ini trennya sedang meningkat, walau bukan disebut penyakit menular. Air yang disimpan dalam kemasan zat toksik ini secara perlahan-lahan meracuni kita, tanpa kita sadar,” katanya.

Pandu mengatakan, BPA juga menjadi endokrin disruptor. Dengan demikian, senyawa ini juga bisa mengganggu keseimbangan hormon dalam tubuh manusia. Meskipun plastik polikarbonat merupakan bahan kuat dan tahan panas, kimia BPA yang digunakan dalam pembuatannya bisa menjadi persoalan bagi kesehatan.

Beberapa negara tetapkan regulasi terkait BPA

BPA di beberapa negara penggunaannya telah dibatasi. Negara Uni Eropa, Kanada, dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat bahkan telah memperketat regulasi terkait penggunaan BPA hingga pelarangan.

Uni Eropa, misalnya, telah memperkenalkan regulasi yang melarang penggunaan BPA dalam botol bayi sejak 2011. Pada 2018, Uni Eropa juga melarang penggunaan BPA dalam kemasan makanan bayi dan mengeluarkan regulasi untuk membatasi penggunaan BPA dalam produk-produk makanan lainnya.

Pada 2010, Kanada menjadi negara pertama yang mengklasifikasikan BPA sebagai zat berbahaya. Sejak itu, Kanada melarang penggunaan BPA dalam botol bayi, serta mengurangi jumlah BPA yang diperbolehkan dalam produk makanan.

Di Amerika Serikat, beberapa negara bagian seperti California, Connecticut, dan Washington telah memperketat regulasi terkait penggunaan BPA dalam produk-produk anak-anak dan bayi. Selain itu, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat juga telah melarang penggunaan BPA dalam botol bayi sejak 2012.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

Terkini Lainnya
Menyibak Masa Depan Rawat Inap Standar di Rumah Sakit
Menyibak Masa Depan Rawat Inap Standar di Rumah Sakit
Health
79 Persen Wilayah Indonesia Bebas Malaria, Menkes Optimistis Eliminasi Kasusnya
79 Persen Wilayah Indonesia Bebas Malaria, Menkes Optimistis Eliminasi Kasusnya
Health
Prevalensi Anemia Defisiensi Besi pada Anak Tinggi, IDAI Sebut Ini Efeknya…
Prevalensi Anemia Defisiensi Besi pada Anak Tinggi, IDAI Sebut Ini Efeknya…
Health
Pengobatan Penyakit Sel Sabit: Ada Obat Harian dan Terapi Gen
Pengobatan Penyakit Sel Sabit: Ada Obat Harian dan Terapi Gen
Health
Hari Sel Sabit Sedunia: Kenali Gejala Awal dan Tanda Darurat Penyakit Sel Sabit
Hari Sel Sabit Sedunia: Kenali Gejala Awal dan Tanda Darurat Penyakit Sel Sabit
Health
Dokter Peringatkan Kurang Tidur Bisa Sebabkan Hipertensi
Dokter Peringatkan Kurang Tidur Bisa Sebabkan Hipertensi
Health
Hari Sel Sabit Sedunia: Mutasi Genetik Jadi Akar Penyebab Penyakit Sel Sabit
Hari Sel Sabit Sedunia: Mutasi Genetik Jadi Akar Penyebab Penyakit Sel Sabit
Health
IDAI: Anemia Bisa Rusak Otak Anak dan Turunkan Kecerdasan, Ini Langkah Pencegahannya
IDAI: Anemia Bisa Rusak Otak Anak dan Turunkan Kecerdasan, Ini Langkah Pencegahannya
Health
Kepala BGN: MBG Jadi Solusi Anak Bisa Minum Susu dan Makan Bergizi
Kepala BGN: MBG Jadi Solusi Anak Bisa Minum Susu dan Makan Bergizi
Health
Hari Sel Sabit Sedunia: Penyakit Langka yang Diam-diam Merenggut Nyawa di Usia Muda
Hari Sel Sabit Sedunia: Penyakit Langka yang Diam-diam Merenggut Nyawa di Usia Muda
Health
700 Lebih Kasus Hamil di Bawah Umur di Lombok Timur, Dokter: Ini Berisiko Tinggi
700 Lebih Kasus Hamil di Bawah Umur di Lombok Timur, Dokter: Ini Berisiko Tinggi
Health
Bahaya Anemia: Tubuh Terlihat Sehat tapi Kekurangan Zat Besi
Bahaya Anemia: Tubuh Terlihat Sehat tapi Kekurangan Zat Besi
Health
Ada 179 Kasus Covid-19 di Indonesia per Minggu ke-24 2025
Ada 179 Kasus Covid-19 di Indonesia per Minggu ke-24 2025
Health
20 Ribu Lebih Orang Indonesia Terkena Sifilis, Kenali Ini Gejalanya…
20 Ribu Lebih Orang Indonesia Terkena Sifilis, Kenali Ini Gejalanya…
Health
4,97 Juta Orang Telah Terima Makan Bergizi Gratis, Ribuan Tenaga Kerja Terlibat
4,97 Juta Orang Telah Terima Makan Bergizi Gratis, Ribuan Tenaga Kerja Terlibat
Health
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau