PENULARAN penyakit AIDS sangat menakutkan dalam masyarakat. Transmisi terjadi dalam masyarakat tanpa kontrol kesehatan lagi.
Makin banyak perilaku seksual bebas dan pengguna narkoba di sendi-sendi masyarakat, sangat menakutkan.
Kontrol negara lemah dalam penanggulangan penyebaran HIV di dalam rumah maupun di luar rumah. Kondisi perilaku dan faktor risiko mendukung penularan penyakit AIDS menjadi gambaran etalase sehari-hari masyarakat.
Jika kondisi ini terus membesar dan menguasai perikehidupan, kita patut khawatir penyakit HIV AIDS justru akan meledak menjelang 2030.
Stigma dan diskriminasi penyakit HIV AIDS tidak terbantahkan. Semakin banyak pengidap HIV dan penderita AIDS, stigma dan diskriminasi makin kuat dirasakan.
Populasi kunci tumbuh bertambah membesar. Pada dasarnya mereka bersembunyi terhadap realita masyarakat.
Stigma dan diskriminasi disebabkan ketidaktahuan dan ketidakpedulian masyarakat. Di sini peningkatan pengetahuan dan kepedulian menjadi penting.
Indonesia telah berbuat dalam mengatasi persoalan stigma diskriminasi penyakit HIV AIDS. Yaitu dilakukan peningkatan kapasitas seluruh petugas kesehatan, menjamin tersedianya ARV, meningkatkan keterlibatan seluruh stake holder, serta penurunan praktik perilaku berisiko pada komunitas yang terjangkau.
Populasi kunci terkait HIV AIDS terus tumbuh membesar karena kemajuan, kompetisi, peluang dan mobilitas. Di beberapa kota, mereka menampilkan diri dan aktifitasnya. Mereka bagian dari persoalan sosial kita walaupun tidak selalu.
Populasi kunci, yaitu mereka yang rentan penularan HIV AIDS dan penyakit menular seksual lainnya. Para ahli menyatakan kasus HIV AIDS di Indonesia masih terkonsentrasi pada populasi kunci yang melakukan perilaku berisiko berganti pasangan dan bertukar jarum suntik.
Populasi kunci juga sering mempunyai masalah hukum dan sosial perilaku mereka. Kedua faktor terakhir ini meningkatkan kerentanan mereka terhadap HIV AIDS.
Namun juga diyakini mereka (populasi kunci) mitra penting dalam respons efektif penanggulangan epidemi HIV AIDS di tengah masyarakat.
Populasi kunci meliputi wanita penjaja seks (WPS), lelaki suka lelaki (LSL), waria, pengguna narkoba suntik (penasun), ibu hamil, pasien TBC, warga binaan pemasyarakatan (WBP), serta orang dengan yang pasangannya positif HIV.
Tentu saja kita tidak dapat menjangkau dan melibatkan populasi kunci 100 persen dalam pelayanan penanggulangan dan skrining tes HIV yang makin digencarkan.
Estimasi populasi kunci yang dapat dijangkau mesti ditetapkan dalam penanggulangan yang realistis untuk mengukur kinerja penanggulangan yang dijalankan.