KOMPAS.com - Terapi regeneratif dengan sel punca (stem cell) menjadi harapan besar dalam pengobatan penyakit yang sulit diobati secara konvensional. Meski begitu, terapi ini belum menjadi layanan standar dalam pengobatan.
Terapi sel punca merupakan pengobatan yang bersifat meregenerasi sel yang nanti dapat berkembang dan beradaptasi menjadi sel lain sesuai kebutuhan pasien.
Sel punca dapat bersumber dari sumsum tulang, darah perifer, darah tali pusat, tali pusat, serta jaringan lemak dan kulit.
Di Indonesia saat ini penggunaan sel punca masih terbatas hanya untuk riset berbasis layanan terapi.
Menurut Plt.Kepala Badan POM, Rizka Andalucia, advanced therapy di dunia sangat berkembang, namun Indonesia masih tertinggal.
Baca juga: Apa Itu Sel Punca, Jenis, dan Fungsinya
"Saat ini FDA di Amerika sudah memberikan ijin 32 advanced therapy, termasuk stem cell dan gen therapy. Tapi belum ada satu pun yang dinikmati di sini," ujar Rizka dalam acara peresmian gedung baru ProSTEM tahap pertama di Jakarta (11/12/2023).
Ia menyebutkan, selain biaya yang mahal, ketersediaan sarana riset juga masih menjadi tantangan di Indonesia.
"Cell therapy dan gene therapy akan sangat berkembang pesat, apalagi kita akan menuju precision medicine. Kita jangan cuma jadi penonton,"ujarnya.
Baca juga: Pasien HIV Berusia 66 Tahun Diklaim Sembuh Usai Transplantasi Sel Punca
Pembangunan ACT-PLab ProSTEM yang akan menjadi pusat laboratorium penelitian, pengolahan, dan penyimpanan sel punca, menurut Rizka akan sangat mendukung pengembangan terapi regeneratif di tanah air.
Direktur ProSTEM, Cynthia Retna Sartika menjelaskan, ACT-PLab merupakan laboratorium terdepan untuk proses pengolahan sel punca, sel dan turunannya.
ACT-PLab telah berstandar cGMP (current Good Manufacturing Practices) ini diharapkan dapat memenuhi permintaan sel dan turunannya dengan kapasitas hampir 1000 kali lebih besar dari fasilitas yang sudah ada.
"Dalam 10 tahun usia ProSTEM, sudah banyak riset yang dilakukan, termasuk mencari sumber sel punca terbaik yaitu dari umbilical cord. Kami juga melakukan beberapa penelitian untuk pemanfaatan sel punca, termasuk pada pasien yang mengalami stroke, alopecia, luka bakar, dan hasilnya sangat baik," papar Cynthia.
Ia mengatakan, ada satu hasil uji klinik yang sudah selesai yaitu untuk penyakit retinitis pigmentosa, atau kelainan genetik di mata. Kami sangat bangga dengan hasil kami, di mana pasien tidak mengalami efek simpang," katanya.
Baca juga: Mengenal Terapi Stem Cell dan Manfaatnya sebagai Anti-aging
Ketua komite pengembangan sel punca dan sel, Prof.Amin Soebandrio mengatakan, pengembangan terapi sel punca di Indonesia masih menghadapi hambatan, seperti belum adanya standar pelayanan untuk penanganan medis semua jenis penyakit degeneratif.
"Saat ini standarnya sedang disusun. Regulasi perlu dibuat bukan untuk menghalangi tapi untuk memastikan apa yang diberikan sesuai dengan yang dijanjikan, sesuai indikasi, dan pasien mendapat manfaat yang sebesar-besarnya," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.