KOMPAS.com - Laporan organisasi nirlaba asal Swiss, Public Eye, menyebutkan makanan bayi dari Nestle yang dipasarkan di negara miskin dan berkembang diberi gula tambahan.
Produk Nestle yang diinvestigasi adalah bubur bayi Cerelac dan susu Nido (di Indonesia dipasarkan dengan merek Dancow). Nestle juga dituding melakukan standar ganda karena produk serupa yang dipasarkan di Eropa dan negara dengan regulasi yang ketat memiliki komposisi berbeda.
"Rata-rata produk makanan bayi Cerelac mengandung gula tambahan 4 gram. Bandingkan dengan produk Nestle di Swiss yang tanpa gula tambahan sama sekali," kata perwakilan Public Eye, Laurent Gabarell, dalam media briefing yang digelar secara daring (22/5/2024).
Ia menegaskan, pemberian gula tambahan pada produk makanan bayi tidak perlu dan bisa berbahaya bagi kesehatan bayi.
Baca juga: Telur, Sumber Protein Serbaguna untuk MPASI
Dhora Elvira W, Policy and Advocacy Advisor PIC Indonesia mengatakan, Eropa tidak menoleransi adanya pemberian gula tambahan pada produk bayi, sedangkan Indonesia masih memberikan toleransi pemberian gula tambahan pada susu formula untuk bayi dan makanan pendamping ASI.
"PIC Indonesia mendesak pemerintah untuk memperketat regulasi yang ada. Apalagi angka obesitas dan diabetes di Indonesia juga terus bertambah," kata Dhora di acara yang sama.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, makanan mengandung gula alami seperti buah aman untuk bayi dan anak. Namun, gula tambahan bisa meningkatkan risiko obesitas dan penyakit tidak menular seperti jantung atau kanker di masa depan.
Sejak tahun 2019 WHO juga telah menyerukan industri untuk mulai memproduksi makanan bebas gula untuk anak usia 6-36 bulan.
Konsumsi gula alami
Bayi berusia kurang dari 2 tahun membutuhkan kalori dan nutrisi yang penting untuk tumbuh kembangnya.
Memberikan makanan dan minuman tinggi gula pada bayi akan membuat mereka lebih kenyang sehingga mereka jadi malas mengonsumsi makanan bernutrisi yang sebenarnya sangat dibutuhkan tubuhnya.
Pola makan anak usia kurang dari 2 tahun juga akan membentuk kebiasaan makannya di kemudian hari. Jika anak sudah terbiasa mengonsumsi makanan tinggi gula, otaknya akan "menagih" yang manis-manis. Gula berlebih juga akan disimpan tubuh sebagai lemak.
Baca juga: Tips Konsumsi Gula yang Aman untuk Anak Menurut Ahli Gizi
Dijelaskan oleh dokter ahli kesehatan gizi masyarakat Tan Shot Yen, kelebihan gula pada anak berdampak negatif pada kesehatannya.
Dampak negatif konsumsi gula berlebih yang perlu diwaspadai antara lain menekan daya tahan tubuh anak sehingga mereka gampang sakit, hiperaktivitas, peningkatan kasus alergi, merusak gigi, hingga menyebabkan gangguan hormonal di usia pubertas.
"Yang kita butuhkan bukan gula, tapi karbohidrat kompleks yang berasal dari tumbuhan berpati, tumbuhan berserat tinggi seperti sayur, biji-bijian, atau kacang-kacangan," ujarnya di acara yang sama.
Dokter Tan mengatakan, cara mengonsumsi gula yang tepat adalah dengan mengonsumsi dari sumber aslinya, seperti jagung, singkong, sayuran atau buah-buahan.
"Sebisa mungkin tidak perlu ditambahkan olahan pabrik, baik itu gula pasir atau pemanis buatan lainnya. Tap ingat, gula bukan hanya gula pasir, kita juga perlu membaca label kemasan pangan untuk mengetahui apakah ada gula tersembunyi," katanya.
Baca juga: Dokter Sarankan Konsumsi 2 Protein Hewani Sehari untuk Mengatasi Stunting
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.