MERUJUK pada data Badan Pusat Statistik (BPS), selama 2017-2022, di antara 8,07 juta kematian di Indonesia, sebanyak 7,03 juta atau hampir 90 persen disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular atau PTM (Katadata.co.id, 2023).
Menua, menderita PTM lalu meninggal jelas bukan aging gracefully. Selain itu biaya kesehatan terkait PTM sangat tinggi, menyedot anggaran negara hingga ratusan triliun rupiah per tahun, sehingga sangat membebani perekonomian. Dampaknya bangsa ini menjadi tidak cukup produktif dan nir-kompetitif.
Secara sederhana, makna aging gracefully adalah menua dengan sehat (dan bahagia), baik secara fisik maupun mental.
Definisi lain menyebutkan menua dengan anggun serta penuh percaya diri, meskipun bertambah tua, tetapi penampilan tetap menarik. Tentu saja hal ini bukan berarti harus terlihat seperti berumur 25 tahun di saat telah berusia 50 tahun.
Proses penuaan adalah sesuatu yang alami dari kehidupan serta tidak bisa dihindari. Keadaan biologis yang normal dan pasti.
Usia, kondisi tubuh, maupun mental tentu akan terus bertambah dan berkembang. Aging gracefully berarti kemampuan untuk memiliki dan menjalani hidup dengan kondisi fisik dan mental terbaik sesuai usia.
Bagaimana cara kita menghadapi proses aging dapat membuat perbedaan besar dalam kualitas hidup. Misalnya, dengan menerima perubahan-perubahan tersebut melalui sikap positif.
Salah satunya dengan tetap aktif bergerak, baik yang termasuk dalam kategori olahraga (Exercise Activity Thermogenesis/EAT) atau pun bukan olahraga (Non-Exercise Activity Thermogenesis/NEAT) seperti sekadar berkebun, menyapu, mengepel dan sejenisnya.
Workout atau latihan adalah istilah umum yang mengacu pada sesi aktivitas fisik berupa exercise (olahraga), baik aerobik maupun anaerobik, terstruktur dan repetitif, yang pada dasarnya dirancang untuk meningkatkan kesehatan atau bahkan kebugaran (fitness).
Bugar (fit) adalah di kondisi mana kita dapat melakukan segala aktivitas, tetapi tidak mudah lelah/capek. Bugar merupakan next level dari kondisi sehat (health).
Terdapat dua jenis latihan berdasarkan tujuannya. Jika stamina atau daya tahan (endurance) yang menjadi tujuannya, maka olahraga kardio (respiratori) yang diperlukan.
Latihan ini bertujuan meningkatkan kapasitas sistem kardiovaskuler dan paru-paru untuk menyediakan oksigen ke jaringan otot selama aktivitas yang panjang, misalnya berlari jarak jauh (5K, 10K, dan half/full marathon), berenang, atau bersepeda.
Ciri utama dari cardio training adalah durasi panjang, intensitas rendah, berguna untuk melatih otot jantung dan paru.
Berbeda halnya jika tujuannya untuk memperkuat otot rangka (musculoskeletal) atau untuk melatih kekuatan, yang memiliki ciri durasi singkat dan intensitas tinggi.
Untuk meraihnya diperlukan latihan kekuatan (strength training) atau resistance training. Salah satu bentuk latihan populer jenis ini adalah weight training atau latihan beban, baik menggunakan alat bantu seperti dumbbell maupun barbell, atau pun menggunakan tubuh sendiri sebagai beban, misalnya dengan plank, push up atau pull up.
Sistem muskuloskeletal sendiri mencakup semua struktur yang mendukung tubuh dan memungkinkan gerakan, termasuk tulang, otot rangka, sendi, ligamen, tendon, dan jaringan penghubung lainnya.
Latihan beban, atau setidaknya aktif bergerak secara fisik, sangat penting untuk menjaga massa otot.
Associate Professor Tan Thai Lian, seorang Geriatrician, Society Geriatric Mecicine (Singapore), mengatakan otot-otot memiliki peran sangat signifikan untuk menjaga gerakan kita.
Teramat banyak orang tidak menyadari, bahwa sejak usia 40 tahun, dalam setiap 1 (satu) dekade terjadi kehilangan massa otot sebanyak 2 (delapan) persen.
Jika kita tidak melakukan apapun untuk memperlambat, atau pun mencegah hal tersebut terjadi, maka kita akan mengalami kesulitan dalam gerakan-gerakan karena massa dan fungsi otot yang menurun secara drastis.
Atau bahkan lebih parah lagi, karena gerakan yang secara signifikan terbatas, maka pada akhirnya tergantung pada kursi roda atau hanya bisa berbaring di tempat tidur saja (chair or bed bound).
Dan tentu kondisi seperti ini akan menjadi beban bagi orang lain. Sehingga muncul candaan “Mulailah angkat beban agar kelak tidak menjadi beban”.
Berita bagusnya, jika aging atau penuaan tidak bisa dicegah (inevitable), maka kehilangan massa dan fungsi otot bisa ditahan, jika kita mulai melakukan aksi untuk mencegahnya.
Di Singapura, Kementerian Kesehatan menyebutkan, satu di antara dua orang di atas usia 65 tahun mengalami disabilitas berat selama sisa hidupnya.
Diri kita sendirilah yang bertanggung jawab terhadap kesehatan massa otot kita dengan diet yang benar dan tetap aktif bergerak (keep moving as life is movement).
Ada istilah retirement atau pensiun dalam bekerja, namun istilah tersebut tentu saja tidak seharusnya terjadi untuk hidup kita.
Sarcopenia adalah kondisi medis yang ditandai dengan kehilangan massa, kekuatan, dan fungsi otot yang signifikan secara keseluruhan sebagai bagian dari proses penuaan.
Disebabkan oleh kombinasi faktor seperti penurunan aktivitas fisik, perubahan hormonal, kurangnya nutrisi yang memadai, dan faktor-faktor lain yang terkait dengan penuaan.
Sarcopenia sangat berdampak negatif pada kualitas hidup, mobilitas, kemandirian, dan risiko cedera.
Kondisi ini bisa dicegah dengan memberikan perhatian medis dan intervensi yang mumpuni seperti latihan kekuatan, nutrisi tepat, dan gaya hidup aktif untuk mengelola dan mencegah penurunan lebih lanjut.
Ada sebuah challenge atau tantangan yang cukup sederhana untuk mengetahui apakah massa dan fungsi otot kita masih cukup baik kondisinya, yaitu “Challenge: Stand Up from a Chair on One Leg”.
Sebuah tantangan fisik yang meminta seseorang untuk berdiri dari posisi duduk di kursi (tinggi sekitar 40 cm) hanya dengan menggunakan satu kaki, yang memang memerlukan keseimbangan, kekuatan, dan stabilitas otot.
Jika sekarang kita gagal dalam tes atau tantangan ini, maka bisa jadi kita akan gagal juga untuk tetap mampu berjalan di atas usia 70 tahun.
Terdapat tes mudah lain yang tidak kalah menarik untuk mengetahui kebugaran (fitness) kita berdasar kondisi sistem muskuloskeletal, yaitu Sitting Rising Test/SRT.
Tantangan ini dijelaskan secara detail dan ilmiah dalam artikel bertajuk “Ability to Sit and Rise from The Floor as A Predictor of All-Cause Mortality” (De Araújo et a., 2014).
Cara melakukan SRT adalah dengan menurunkan diri ke lantai (dari posisi berdiri ke duduk), gaya silang, tanpa bantuan tangan, lutut, lengan, atau sisi kaki Anda.
Bila mampu berdiri kembali (dari posisi duduk), sekali lagi tanpa bantuan bagian tubuh di atas, maka diperoleh skor sempurna 10 poin (5 poin untuk duduk, 5 poin untuk berdiri).
Anda kehilangan 1 poin setiap kali menggunakan bantuan bagian tubuh lain, dan kehilangan 0,5 poin jika terjadi ketidakseimbangan tubuh.
Mereka yang memiliki skor terendah, 0-3 poin, berkorelasi dan memiliki risiko kematian 5-6 kali lebih tinggi daripada mereka yang mempunyai skor 8-10 poin dalam 6,3 tahun ke depan.
Namun demikian, sejatinya SRT lebih menggambarkan tingkat mobilitas, fleksibilitas dan kekuatan massa otot yang secara signifikan akan memengaruhi kualitas serta harapan hidup seseorang.
Menjaga massa otot bukanlah semata tentang living longer atau hidup lebih lama, tetapi tentang hidup lebih baik (live better), kepuasan hidup (fullfiling), dan kemandirian dalam hidup atau independent life.
Kendalikan hidupmu mulai hari ini, karena hal tersebut ada dalam genggamanmu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.