Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Pemerintah Sahkan Pelabelan Risiko BPA pada AMDK Berbahan Plastik Polikarbonat

Kompas.com - 02/07/2024, 19:27 WIB
Hotria Mariana,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Prof Junaidi Khotib mengapresiasi langkah berani pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mewajibkan pencantuman label peringatan bahaya Bisphenol-A (BPA) pada kemasan produk air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan plastik polikarbonat, termasuk galon.

Untuk diketahui, pada Senin (1/4/2024), BPOM yang menjadi otoritas tertinggi sekaligus regulator keamanan dan mutu pangan Indonesia, resmi mengeluarkan Peraturan Kepala (Perka) Nomor 6 Tahun 2024 sebagai perubahan kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

Perka tersebut berisi dua pasal penting. Pasal I sendiri memuat perubahan beberapa ketentuan dalam Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, dengan menyisipkan Pasal 48A di antara Pasal 48 dan 49, serta Pasal 61A di antara Pasal 61 dan 62.

Adapun Pasal 48A berbunyi, “Keterangan tentang cara penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) pada label air minum dalam kemasan wajib mencantumkan tulisan ‘simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam’”.

Baca juga: IBI: Ibu Hamil Perlu Air Mineral Berkualitas dan Bebas BPA

Sementara, Pasal 61A berbunyi, “Air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan ‘dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan’ pada label”.

Kemudian, pada Pasal II, diatur tentang batas waktu bagi produsen untuk menerapkan kedua aturan tersebut.

Adapun bunyi Pasal II Perka Nomor 6 Tahun 2024, “Air minum dalam kemasan yang beredar wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Badan ini paling lama 4 (empat) tahun sejak Peraturan Badan ini diundangkan.

Saat dihubungi Kompas.com, Rabu (26/6/2024), Junaidi menilai bahwa aturan tersebut menjadi langkah maju dalam melindungi kesehatan masyarakat.

Baca juga: Apakah Bromat dalam Air Minum Dalam Kemasan Lebih Berbahaya dari BPA?

Menurutnya, kewajiban pencantuman label peringatan tersebut akan mendidik masyarakat untuk waspada terhadap bahaya BPA pada air minum galon bermerek yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat.

Redaksi label peringatan bahaya BPA serta masa tenggang penerapan peraturan tersebut berbeda dari draf yang diedarkan BPOM sebelumnya. Draf tersebut menyebut kewajiban pencantuman label peringatan "Berpotensi Mengandung BPA" dengan masa tenggang empat tahun sejak peraturan disahkan.

Meski begitu, Junaidi menilai pengesahan aturan pelabelan risiko BPA tersebut menjadi bukti keberpihakan BPOM kepada masyarakat.

"Masyarakat akan terdidik untuk memilih dengan bijak produk AMDK yang kemasannya lebih aman," ujarnya.

Baca juga: Guru Besar UI: Perguruan Tinggi Harus Konsen Bahas Bahaya BPA bagi Tubuh

Berdasarkan kajian kesehatan

Berdasarkan kajian BPOM, BPA pada AMDK dapat menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat. Junaidi pun mengamini hal ini. Ia berkata, senyawa tersebut memang bisa mengganggu sistem endokrin dalam tubuh.

“Sistem endokrin yang bisa terganggu, efeknya tidak langsung terasa. Namun, berbahaya dalam jangka panjang,” tandasnya.

Sistem endokrin adalah jaringan kelenjar yang memproduksi dan melepaskan hormon yang mengontrol banyak fungsi penting dalam tubuh, termasuk proses fisiologis, seperti pertumbuhan, metabolisme, dan reproduksi.

Saat masuk ke tubuh melalui medium makanan atau minuman yang ditempatkan dalam wadah plastik, kata Junaidi melanjutnya, BPA akan meniru hormon alami dan merebut tempat hormon tersebut pada reseptor di berbagai organ. Akibatnya, terjadi gangguan hormonal dalam tubuh.

Baca juga: Khawatir Paparan BPA dari Air Minum Kemasan, Apa Alternatifnya?

Gangguan hormonal pada gilirannya bisa memengaruhi pertumbuhan dan pubertas, serta fertilitas. Bahkan, sejumlah referensi ilmiah menyebutkan kondisi ini dapat memicu munculnya sel abnormal dalam tubuh, serta meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, diabetes, dan hipertensi.

Paparan BPA yang berkelanjutan dalam jangka panjang pun memiliki dampak serius pada kesehatan mental dan perilaku.

Berdasarkan kajian yang dilakukan Junaidi dan tim pada penelitian laboratorium dengan hewan sebagai obyek uji coba, ditemukan bahwa paparan BPA dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan gangguan motorik, keseimbangan, dan daya ingat.

“Gangguan itu disebabkan oleh perubahan struktur dan fungsi sel saraf serta produksi neurotransmitter,” terang Junaidi.

Baca juga: Tak Banyak yang Sadar, Proses Ini Memperbesar Potensi Kontaminasi BPA ke Air Minum

Studi lainnya, kata Junaidi, menunjukkan korelasi erat antara kadar BPA dalam darah atau urin pada anak usia pertumbuhan dengan gangguan perilaku, kecemasan, dan depresi.

Melihat seriusnya dampak paparan BPA, Junaidi menekankan pentingnya masyarakat untuk waspada. Ia menyebut, anak usia pertumbuhan menjadi kelompok paling rentan terhadap paparan BPA. Ini mengingat, plastik banyak digunakan dalam keseharian, terutama produk konsumsi.

Di sisi lain, kebutuhan hormon pertumbuhan dan ketersediaan endokrin lainnya sangat tinggi pada masa pertumbuhan.

Sebagai penguat, penelitian yang dilansir Healthline, Senin (29/1/2024), menunjukkan bahwa sekitar 85 persen anak Korea di bawah usia 2 tahun memiliki kadar BPA yang terdeteksi dalam urin mereka.

Selain anak-anak, Junaidi menambahkan, ibu hamil dan menyusui juga perlu waspada. Sebab, penelitian menunjukkan bahwa paparan BPA pada hewan bunting dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mental anak yang dilahirkan.

Baca juga: Aspadin Kukuh Tolak Pelabelan BPA, meski BPOM Temukan Indikasi Kontaminasi di Galon Guna Ulang

Air galon, sumber utama paparan BPA

Paparan BPA dapat berasal dari banyak sumber berbahan plastik, salah satu yang paling signifikan secara intensitas dan risiko adalah galon air minum.

Selama ini, ada dua jenis plastik yang umum digunakan untuk galon air minum. Pertama, polyethylene terephthalate (PET) yang biasanya digunakan sekali pakai. Kedua, polikarbonat yang strukturnya sangat kuat dan tidak banyak mengalami perubahan bentuk meski sering digunakan.

Menurut data BPOM yang diberitakan Kompas.com, Sabtu (30/9/2023), galon polikarbonat digunakan oleh 96,4 industri AMDK. Ini berarti, pengguna galon PET hanya sekitar 3,6 persen.

Junaidi menegaskan, paparan BPA dari galon guna ulang berbahan polikarbonat jauh lebih tinggi daripada kemasan galon lainnya.

Baca juga: Apa Itu BPA dan Dampaknya bagi Kesehatan?

Alasannya, plastik polikarbonat berpotensi mudah melepaskan BPA, terutama saat panas, terpapar sinar matahari langsung, atau diisi air dengan pH asam atau basa.

"Air merupakan media yang paling baik untuk memicu pelepasan BPA dari polikarbonat. Ini karena air memiliki kemampuan untuk menghidrolisis atau memecah polimer sehingga monomer BPA lebih mudah terlepas,” jelas Junaidi.

Bahkan, jika dibandingkan makanan padat yang dikemas dalam plastik polikarbonat, migrasi BPA ke dalam air minum jauh lebih tinggi. Hal ini bisa semakin parah jika penyimpanannya tidak ideal, seperti terpapar sinar matahari langsung atau suhu panas yang mendorong pelepasan BPA.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau