KOMPAS.com – Program makan bergizi gratis (MBG) yang akan dijalankan oleh pemerintahan Prabowo Subianto perlu memastikan bebas dari pangan tinggi gula, garam, dan lemak (GGL). Konsumsi GGL yang tinggi dapat meningkatkan risiko obesitas dan berbagai penyakit metabolik di kemudian hari.
Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menanggapi munculnya sejumlah rencana kerjasama pemerintah dengan swasta untuk program makan bergizi gratis (MBG) bisa memberi celah intervensi industri memasukkan pangan tinggi GGL.
Terutama jika program tersebut tidak dirancang dengan prinsip keterbukaan dan melibatkan publik secara bermakna.
“Kami mendorong proses pelaksanaan program yang transparan dan akuntabel untuk mencegah peluang intervensi industri pangan tidak sehat dalam program MBG,” kata CEO dan Founder CISDI Diah S. Saminarsih, dalam siaran pers.
Baca juga: Menyongsong Program Makan Bergizi Gratis dengan Pangan Alternatif
Persoalannya keterlibatan swasta ini bisa menjadi bumerang ketika program ini belum resmi berjalan. Karena belum adanya payung hukum, petunjuk pelaksanaan, atau panduan yang jelas, dikhawatirkan industri akan memasukkan produk tinggi GGL selama uji coba dengan alasan membantu mengatasi persoalan gizi.
Pemerintah perlu memastikan program MBG tidak bertentangan dengan target atau program kesehatan yang sedang berjalan, seperti menurunkan beban obesitas dan penyakit diabetes mellitus, yang salah satunya dipengaruhi tingginya konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan.
Mengutip Survei Kesehatan Indonesia 2023, 47,5 persen masyarakat Indonesia masih mengonsumsi minuman berpemanis lebih dari satu kali sehari. Kemudian, 91,3 persen masyarakat juga mengaku mudah mengakses minuman tinggi gula dan pangan olahan ultra.
Pola konsumsi ini bisa terjadi karena belum adanya regulasi yang mengatur peredaran pangan tinggi GGL.
Diah mengatakan salah satu langkah menciptakan lingkungan pangan sehat adalah penerapan cukai MBDK. Saat ini, Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan sejak 2016 menyusun rencana pengenaan cukai MBDK. Namun, pengimplementasian kebijakan selalu ditunda.
Baca juga: Pemerintah Disebut Bakal Beri Label ABCD Minuman Manis, Benarkah?
“Beberapa studi dan riset CISDI menunjukkan, cukai MBDK efektif menekan konsumsi minuman tinggi gula. Karena itu, kami mengkhawatirkan masuknya industri pangan tinggi GGL dalam program MBG berisiko menghambat penerapan cukai MBDK dan pengendalian pangan tinggi GGL,” kata Diah kembali.
Ia mengatakan, masyarakat sipil, terutama pegiat gizi komunitas, populasi rentan, hingga masyarakat adat, seharusnya juga terlibat secara bermakna agar program MBG dapat mencapai tujun meningkatkan status gizi generasi muda.
Diah menuturkan program MBG di satu sisi berpotensi mengatasi masalah kelaparan dan memastikan anak tidak putus sekolah. Namun, program ini bukanlah solusi tunggal untuk mengatasi persoalan kesehatan dan beban gizi berlipat masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.