Jakarta, KOMPAS.com - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyampaikan dukacita atas berpulangnya Dr Helmiyadi Kuswardhana, M.Kes, SpOT, FICS, AIFO-K, saat menunaikan tugas pelayanan di RSUD Sulawesi Barat, Mamuju.
Dokter Helmiyadi meninggal karena serangan jantung akhir pekan ini saat sedang menjalankan tugasnya sebagai dokter bedah ortopedi di Mamuju, Sulawesi Barat.
Dokter Helmiyadi sendiri merupakan anggota IDI Cabang Mamuju dan Pengurus IDI Wilayah Sulawesi Barat.
Ia juga merupakan bagian dari Medical Influencer PB IDI dan Perhimpunan Ahli Bedah Ortopedi Indonesia (PABOI) yang rajin memberikan edukasi kesehatan pada masyarakat melalui media sosialnya.
Baca juga: PB IDI: Regulasi Praktik Dokter Asing di Indonesia Harus Jelas
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, DR Dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT, menyebutkan bahwa akan memberikan penghargaan kepada Dokter Helmi.
“PB IDI memberikan penghargaan Lencana Karya Bakti dan sekaligus mengusulkan kepada pemerintah untuk juga bisa memberikan penghargaan kepada Dokter Helmi. Kami juga menyampaikan penghormatan setinggi-tingginya kepada Dr. Helmiyadi, SpOT, dan juga para dokter yang tanpa pamrih yang telah melakukan pengorbanan terbesar dalam menjalankan tugasnya, mendedikasikan hidup mereka untuk menyelamatkan orang lain,” kata Adib dalam keterangan resmi yang diterima oleh Kompas.com, Minggu (14/7/2024).
Ia menambahkan bahwa PB IDI menghormati pengabdian profesi yang dijalani oleh para dokter mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas komitmen teguh dalam menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat Indonesia.
Adib juga berharap bahwa akan muncul lebih banyak dokter, seperti dokter Helmi, untuk untuk melanjutkan perjuangan dan pengabdian di daerah.
Baca juga: PB IDI: Jaga Kesehatan Selama Musim Pancaroba
Indonesia merupakan salah satu negara dengan rasio dokter per pasien yang masih rendah di dunia yakni 0,4 dokter per 1.000 penduduk.
PB IDI menyoroti bahwa salah satu permasalahan utama dalam sistem layanan kesehatan di Indonesia adalah ketimpangan distribusi dokter dikarenakan banyak dokter yang terkonsentrasi di daerah perkotaan.
Akibatnya, masyarakat pedesaan dan wilayah terpencil tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang dibutuhkan.
Hal ini ditambah lagi dengan kurangnya ketersediaan peralatan medis, obat-obatan, dan infrastruktur yang tidak memadai.
Distribusi dokter dan sumber daya yang tidak merata ini menghambat kemampuan negara untuk menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas bagi warganya, khususnya di daerah pedesaan dan daerah yang kurang terlayani.
“Kurangnya dokter di daerah-daerah tertentu menyebabkan banyak masyarakat Indonesia tidak mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, dan ini adalah masalah yang tidak bisa kita abaikan. Kita juga menghadapi kekurangan peralatan medis, obat-obatan, dan infrastruktur,” jelas Dr Adib.
Adib juga menambahkan bahwa ketimpangan kemampuan pelayanan kesehatan juga disertai tidak meratanya infrastruktur.
Banyak fasilitas kesehatan di daerah terutama pedesaan yang kekurangan fasilitas dasar, seperti air bersih, listrik, dan sanitasi.
Hal ini juga akan berdampak pada pekerjaan pelayanan kesehatan yang tidak bisa optimal.
Ketersediaan alat kesehatan, sarana prasarana dan obat juga mempengaruhi kualitas dan kemampuan pelayanan kesehatan dasar di daerah.
Baca juga: IDI: Penyalahgunaan Surat Sakit Bisa Dijerat Hukum Pidana
"Fasilitas kesehatan di daerah pedesaan seringkali kekurangan peralatan dasar, sehingga dokter tidak dapat memberikan perawatan yang memadai. Dan dalam hal obat-obatan, banyak obat-obatan penting yang persediaannya terbatas, sehingga pasien tidak memiliki akses terhadap pengobatan yang mereka perlukan," tambah Adib.
Konsekuensi dari semua ini menyebabkan pasien terpaksa melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan pelayanan dan perawatan medis dan seringkali dengan biaya yang besar.
Selain itu, dalam beberapa kasus, pasien sudah dalam kondisi yang kronis dan terminal tanpa akses terhadap perawatan medis yang baik.
Dokter Adib menyampaikan bahwa problema kesehatan ini bukan hanya masalah dan tanggung jawab pemerintah saja tetapi memerlukan peran penting semua komponen bangsa, termasuk organisasi profesi, LSM, kelompok akademisi, swasta, media massa dan sosial, dan tentunya masyarakat sendiri sebagai garda terdepan agen perubahan transformasi kesehatan.
Peningkatan jumlah dokter di daerah dapat dilakukan melalui beasiswa dan program insentif.
Selain itu Pemerintah pusat dan daerah perlu berinvestasi pada peralatan medis, obat-obatan, dan infrastruktur, untuk memastikan bahwa rumah sakit dan fasilitas kesehatan di daerah tersebut memiliki sumber daya yang mereka perlukan untuk memberikan layanan berkualitas.
Didukung juga kemampuan pembiayaan baik dari pemerintah pusat, daerah maupun melalui JKN -BPJS.
PB IDI mengingatkan bahwa akses terhadap layanan kesehatan berkualitas adalah hak asasi manusia yang mendasar dan setiap orang mempunyai akses terhadap perawatan medis yang mereka perlukan, di mana pun mereka tinggal.
“Mari kita bersama memperbaiki sistem layanan kesehatan kita, dan memastikan bahwa setiap orang Indonesia memiliki akses terhadap layanan medis yang berkualitas. Kita bisa melakukan ini, dan kita harus melakukan ini. Kita harus "total football" dalam upaya totalitas transformasi kesehatan. Masa depan negara kita bergantung pada masalah kesehatan dasar ini,” tutup Adib.
Baca juga: IDI: Praktik Pemberian Surat Sakit Online Langgar Aturan Kedokteran
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.