Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Kista Duktus Koledukus, Penyebab Bayi Kuning?

Kompas.com - 15/08/2024, 09:00 WIB
Khairina

Editor

Sumber Antara

KOMPAS.com – Kelainan bawaan langka pada saluran empedu yang disebut kista duktus koledukus adalah salah satu penyebab bayi lahir kuning.

"Itu penyakit bawaan yang bersifat kongenital, karena terjadi pelebaran bentuk kistik pada duktus bilier pada saluran empedu," kata Dokter Spesialis Bedah Pediatri dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dr. Kshetra Rinaldhy Sp.B Subsp.Ped(K), Rabu (15/8/2024), seperti ditulis Antara.

Baca juga: Duktus Arteriosus Paten (PDA)

"Semua orang punya empedu, dari anak punya saluran empedu, pada proses pembentukan janin ada kelainan saat pertumbuhan, ini namanya kista duktus koledokus," katanya.

Ia menjelaskan bahwa secara fisiologis bayi bisa lahir dalam keadaan kulitnya menguning pada hari ketiga setelah dilahirkan.

Dalam keadaan normal, kulit kuning pada bayi dalam waktu satu minggu bisa hilang dengan terapi sinar biru atau rutin dijemur sinar matahari.

Pada bayi yang mengalami kelainan kista duktus koledokus, kulit yang menguning bertahan sampai dua minggu setelah kelahiran, dan disertai gejala lain seperti benjolan pada perut kanan atas akibat pembesaran kista dan infeksi.

Kshetra menjelaskan, kelainan posisi saluran empedu dan pankreas pada janin membuat enzim pankreas masuk ke saluran empedu, sehingga muncul kista, benjolan berisi cairan empedu.

"Sampai saat ini kita enggak tahu penyebabnya sehingga enggak bisa menyarankan apa yang harus dihindari atau ditambahkan. Jadi, murni kelainan bawaan pada saat proses pembentukan janin, yang penting bisa ditangani," katanya.

Guna mencegah keparahan kista pada saat bayi lahir, Kshetra mengatakan, kista duktus koledokus dapat dideteksi dini dengan melakukan pemeriksaan USG fotomaternal lebih detail agar dokter bisa menemukan kista pada perut bayi.

Menurut dia, pemeriksaan USG untuk mendeteksi kista bisa dilaksanakan saat kehamilan memasuki trimester ketiga.

Setelah bayi lahir, ia mengatakan, kista duktus koledokus dapat ditangani dengan melakukan operasi kecil laparoskopi untuk mengangkat kista.

Baca juga: Apakah Kista Bisa Sembuh dengan Sendirinya? Berikut Penjelasannya…

Kshetra menyarankan operasi dilakukan saat kista masih kecil guna mencegah komplikasi setelah dewasa.

"Operasi pada saat kista kecil dan pasien lebih sehat jauh lebih mudah, operasi bisa laparoskopi, dengan sayatan kecil itu bisa kita angkat," katanya.

"Kalau dibiarkan lama, kista bisa membesar dan operasi jauh lebih susah karena sudah nempel dan enggak bisa diangkat bersih," ia menambahkan.

Kista duktus koledokus yang dibiarkan membesar bisa menimbulkan komplikasi karena sisa kista yang tidak bisa diangkat bersih.

“Kista yang tertinggal karena terlalu besar dia menempel ke usus halus, ke pembuluh darah jadi sulit membersihkan semua sehingga terpaksa ada bagian tertinggal, yang muncul keluhan ada yang berkembang menjadi kanker walaupun angkanya kecil,” kata Sherta dalam diskusi RSCM yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Sherta mengatakan kista yang sudah terlanjur membesar membuat dokter kesulitan mengambil semua bagian kista karena sudah menempel ke jaringan tubuh lainnya, yang akhirnya menyebabkan komplikasi.

Meskipun operasi sudah dilakukan dengan memotong saluran empedu langsung ke usus halus (bypass) juga akan menimbulkan beberapa masalah lain yaitu muncul batu di saluran bypass karena sumbatan sebelumnya.

Ia juga mengatakan, kista yang tidak terdeteksi sejak dini juga bisa berakibat masalah kesehatan pada saat dewasa karena kista duktus koledokus sebagian tidak memiliki gejala.

“Ini kelainan bawaan dan bisa nggak bergejala, gejalanya benjolan di perut karena salurannya membesar, semakin bertambah usia bisa disertai kuning dan infeksi, kalau nggak infeksi, nggak ngeh ada benjolan dan nggak kuning itu bisa sampai dewasa baru ketahuan, tapi kelainannya sudah ada sejak dari lahir,” kata Ksethra.

Selain itu, Ksethra mengatakan zat bilirubin dari darah yang harusnya mengalir di saluran empedu dari hati menuju usus bisa tersumbat karena kista yang terlalu besar sehingga sumbatan menumpuk di hati dan menyebabkan hati menjadi rusak. Bilirubin yang tinggi juga dapat menyebabkan kerusakan otak dan menurunkan kesadaran pasien.

Kerusakan hati menyebabkan sirosis atau penyakit hati kronis dengan berbagai gejala seperti, gagal hati, muncul cairan di perut, perdarahan di saluran cerna, pasien muntah darah, perut membesar, dan akhirnya harus dilakukan transplantasi hati selain operasi pengangkatan kista.

“Bilirubin tinggi berbahaya pada otak, ada ensefalopati (penyakit otak) sehingga kesadaran turun, jadi biasanya bilirubin tinggi pada bayi lahir harus diturunkan dengan sinar atau jemur, di kista koledokus juga gejala yang muncul kulit gatal-gatal, jadi harus dihilangkan penyakitnya,” katanya.

Kista yang membesar seiring bertambahnya usia juga memerlukan tindakan operasi yang bertahap seperti mengurangi perut yang membesar lalu pengangkatan kista, jika hati sudah rusak maka harus dilakukan transplantasi hati.

Pengobatan pascaoperasi harus dilakukan rutin setidaknya setahun sekali untuk menghindari masalah pencernaan. Pada pasien yang melakukan transplantasi hati juga harus meminum obat seumur hidup untuk mengurangi risiko penolakan cangkok hati dari pendonor.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau