Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Noerolandra Dwi S
Surveior FKTP Kemenkes

Menyelesaikan pascasarjana FKM Unair program studi magister manajemen pelayanan kesehatan. Pernah menjadi ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban bidang pengendalian dan pencegahan penyakit. Sekarang menjadi dosen di Stikes NU di Tuban, dan menjalani peran sebagai surveior FKTP Kemenkes

Infrastruktur Makan Bergizi Gratis

Kompas.com - 18/09/2024, 16:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MAKAN Bergizi Gratis (MBG) merupakan program presiden terpilih Prabowo Subianto yang pada Januari 2025, akan bergulir dan tersedia anggaran.

Dalam implementasi pelaksanaannya, dibentuk Badan Gizi Nasional untuk koordinasi dari hulu hingga hilir untuk menjamin tepat sasaran, tepat waktu, tepat tujuan.

Tujuan program makan bergizi gratis, yaitu melahirkan generasi muda emas yang sehat dan unggul. Perlu kerja sama lintas sektor, pihak terkait, dan masyarakat untuk mewujudkannya. Pekerjaan yang menjangkau luas, kolosal, dan sangat berdampak dalam sendi kehidupan masyarakat.

MBG diharapkan dapat mengatasi angka kematian ibu hamil, anak kurang gizi, stunting, angka anemia, dan dapat menyerap panen petani dan nelayan. Menjadi kerja luar biasa besar dan berat karena dimensi masalah perekonomian dan kesehatan.

Secara khusus, MBG akan mengatasi masalah status gizi yang selama ini terjadi. Stunting, wasting, overweight, underweight, anemia remaja, dan bumil KEK (kekurangan energi khronis) masih jadi persoalan.

Stunting dan overwight menurun, tapi status wasting dan underweight balita terus meningkat.

Sasaran program ini meliputi 83 juta orang terdiri 30 juta anak usia dini, 24 juta siswa SD, 9,8 juta murid SMP, 10,2 juta murid SMA-SMK, 4,3 juta santri, dan 4,4 juta ibu hamil. Dapat dibayangkan besarnya anggaran negara untuk menjalankan program MBG.

Perkiraan awal, dana yang dibutuhkan untuk MBG lebih dari Rp 400 triliun. Namun, pemerintah akan melaksanakan secara bertahap dengan skala prioritas karena keterbatasan anggaran. Tahun depan, disiapkan anggaran Rp 71 triliun yang akan diimplementasikan Badan Gizi Nasional.

Prioritas bisa berdasarkan target sasaran, frekuensi, maupun wilayah yang benar-benar membutuhkan serta kesiapan sarana prasarana.

Atau berdasarkan daerah 3T yang tergolong daerah tertinggal, terdepan, dan terluar. Yaitu wilayah yang memiliki kualitas pembangunan rendah dan masyarakat kurang berkembang dibandingkan wilayah lain dalam skala nasional.

Bantuan pembangunan yang bersifat afirmasi ke daerah 3T sangat dibutuhkan termasuk program MBG.

MBG dilaksanakan secara bertahap karena keterbatasan anggaran. Selain itu, belum lengkapnya SOTK BGN termasuk SDM dan kebutuhan infrastruktur. 

Menu makan dalam program MBG akan ditetapkan BGN, Kemenkes, dan lintas sektor terkait. Masukan masyarakat dan stake holder menjadi penting karena ketersediaan bahan pangan lokal. Dalam pelaksanaan, diversifikasi pangan harus menjadi pegangan.

Tentu MBG harus makanan dengan gizi seimbang. Hal ini meliputi makanan pokok (sumber karbohidrat), lauk pauk (sumber protein dan minirral), dan sayuran dan buah (sumber vitamin, mineral, dan serat).

Program MBG berdampak luas dalam pembangunan manusia karena melibatkan berbagai potensi masyarakat. Luasnya sasaran dan beratnya medan membuat program MBG penuh tantangan.

Jika program terus didukung pemerintah bersama lintas sektor dan stake holder terkait, maka dampak positif program MBG akan dirasakan masyarakat dalam jangka menengah dan panjang.

Dalam implementasi BGN perlu ketersediaan infrastruktur yang menjangkau sasaran. Bahan baku, budidaya bahan pangan, SDM yang diperlukan, proses menyiapkan makanan, distribusi, dll perlu terus dilengkapi.

Tiap daerah atau wilayah mempunyai kondisi dan potensi berbeda-beda, pranata sosial yang tersedia, tantangan lingkungan, dan budaya tradisi masyarakat tentang pola makan yang tidak bisa dipandang sama dengan daerah lain.

Insfrastruktur berarti modal publik yang merupakan investasi pemerintah maupun masyarakatnya. Ia bisa berarti fasilitas dan struktur dasar dalam mendukung kegiatan di masyarakat, baik secara fisik maupun sosial.

Insfrastrukur keras merupakan jaringan fisik yang berukuran besar dan fungsional. Sedang insfrastruktur lunak adalah institusi dan lembaga yang menjalankan fungsi ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial dan budaya.

Dalam hal bahan baku, misalnya, BGN harus melibatkan nelayan, petani maupun peternak lokal untuk memenuhi kebutuhan seperti beras, jagung, sayur, buah, telur, daging, ikan, dan bumbu masakan lain.

Tak menutup kemungkinan bahan pangan diimpor karena ketersediaan yang terbatas. Semua melibatkan impotir dan produsen pangan yang tidak ditemukan di tingkat lokal. Asosiasi yang eksis dapat berperan dalam kelancaran pelaksanaan program MBG.

Perencanaan pelibatan petani, peternak, nelayan lokal perlu dijabarkan melalui pendekatan pranata sosial yang tersedia di masyarakat. Tidak perlu membentuk kelompok sosial baru karena dengan memanfaatkan yang tersedia mereka sudah mengenal dan mengakar di masyarakat.

Proses persiapan makanan juga menjadi kunci dalam penyiapan makanan yang bergizi. Rekrutmen SDM untuk menyiapkan makanan mesti dilaksanakan secara hati-hati dan bersifat lokal.

Ketersediaan sarana, prasarana dan alat yang dibutuhkan perlu mengikuti tren ramah lingkungan sehingga tidak mengganggu lingkungan dan berdampak negatif kesehatan.

Pelaku UMKM yang dipandang sebagai penguat ekonomi bangsa mesti maksimal dilibatkan. Mereka mengenal karakteristik dan kebutuhan masyarakat secara langsung. Pemerataan, keadilan, tanpa konflik interest menjadi pegangan para penentu di tingkat implementasi.

Pelaksana dari program MBG di masyarakat sebagai jaringan dan jejaring yang senantiasa terhubung dalam pelaksanaan, monitoring, supervisi serta evaluasi program.

Distribusi menjadi simpul yang juga menentukan karena tidak tersedianya dapur di setiap sekolah di Indonesia. Maka penyiapan makanan akan terjadi di luar lingkungan sekolah.

Distribusi harus lancar, aman dan tepat waktu. Distribusi dapat menggerakkan ekonomi lokal, baik secara online (aplikasi) maupun offline.

Berbagai infrastruktur dipetakan dalam implementasi pelaksanaan program MBG. Semua sarana prasarana yang dibutuhkan, lembaga sosial masyarakat (UMKM, termasuk bumdes, PKK, dasa wisma, kader kesehatan, kader sosial desa, dll), dan siapa saja terlibat dalam program MBG merupakan insfrastruktur yang selayaknya dipetakan.

Keserentakan waktu dalam pelaksanaan program MBG membuat kebutuhan bahan pangan melonjak, pasokan terbatas, dan harga naik di pasaran. Hal ini harus diantisipasi termasuk menetapkan skema menghindari inflasi harga bahan pangan yang terjadi.

Program MBG membawa dampak jangka panjang menyiapkan generasi emas Indonesia. Kebutuhan infrastruktur merupakan keniscayaan.

Menjadi penting menetapkan sasaran dan target prioritas program MBG sehingga insfrastruktur yang tersedia dapat menjangkau sasaran secara efektif dan efisien.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau