KOMPAS.com - Sarapan bergizi seimbang seharusnya menjadi kebiasaan baik yang dimiliki tiap keluarga, terlebih untuk anak usia sekolah. Kekurangan energi dan kekurangan zat besi terbukti bisa menyebabkan gangguan kemampuan belajar alias "lemot" pada anak.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh organisasi nirlaba Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) pada 500 anak usia sekolah dasar di Jakarta ditemukan, anak yang kurang zat besi, kurang energi, dan berperawakan pendek beresiko tiga kali lipat mengalami gangguan memori kerja (working memory) dibandingkan dengan anak berstatus gizi baik.
Ketua FKI, Prof. Nila Moeloek mengatakan, working memory adalah indikator penting untuk keberhasilan belajar anak.
"Working memory dibutuhkan agar anak bisa mengikuti instruksi guru, fokus pada pelajaran, bahkan untuk menghapal dan menginterpretasikan informasi jangka pendek," paparnya dalama cara temu media di Jakarta (22/10/2024).
Anak dengan working memory yang buruk akan lebih lambat mencerna informasi sehingga sulit mengambil keputusan.
Baca juga: 10 Tanda-tanda Kekurangan Zat Besi dan Penyebabnya
Ditambahkan oleh Prof.Nila, temuan ini sejalan dengan PISA skor yang menempatkan anak Indonesia dalam posisi rendah untuk sejumlah indikator, yaitu kemampuan membaca, matematika, dan juga sains.
Salah satu peneliti, Dr.Ray Wagiu Basrowi mengatakan, penelitian FKI ini membuktikan bahwa kondisi kurang gizi dan anemia defisiensi besi pada anak SD ini bisa mengancam prestasi akademik murid sekolah dasar di kemudian hari.
"Otak membutuhkan zat gizi makro minimal yang bisa dipenuhi dari zat gizi makro dalam menu sarapan agar anak bisa belajar dengan baik," ujarnya.
Asupan gizi makro sangat penting sekali langsung dipakai tubuh dan otak sebagai energi untuk aktivitas, berpikir, bermain, dan belajar.
Baca juga: 5 Komplikasi Anemia pada Anak yang Harus Diwaspadai Orangtua
Ray mengatakan, hasil penelitian FKI ini memang tidak mewakili data nasional, tetapi bukti klinis dari sampel yang diuji sangat kredibel dalam mengukur kekurangan zat besi dan energi.
"Selain itu hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang menyebut anak anemia memiliki working memory yang rendah," paparnya.
Menu sarapan bergizi
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kurangnya asupan zat gizi makro adalah penyebab mayor dari masalah ini. Sekitar 28 persen anak-anak memiliki asupan energi yang tidak mencukupi, dan lebih dari 63 persen anak kekurangan karbohidrat.
“Ini adalah fakta yang bisa dihubungkan secara medis bahwa anak-anak SD banyak yang tidak cukup makan, sehingga asupan gizi terutama gizi makro menjadi tidak cukup," kata Prof.Nila.
Untuk memenuhi kebutuhan gizi anak, orangtua perlu menyediakan menu sarapan yang bergizi seimbang.
"Selain karbohidrat, dalam menu sarapan juga perlu ada protein hewani. Bisa berupa telur, susu, atau pun tahu tempe," paparnya.
Dalam penelitian oleh tim yang diperkuat oleh Dr. Tonny Sundjaya, Dr. Kianti Raisa dan Dr. Eric Tjoeng ini ditegaskan pentingnya tindakan segera.
Program intervensi gizi yang menyeluruh dan berkelanjutan harus menjadi prioritas utama pemerintah. Program pemberian makan siang bergizi di sekolah juga menjadi salah satu potensi solusi, asalkan dijalankan dengan baik dan memastikan makanan dikonsumsi secara habis di sekolah oleh semua murid.
Baca juga: Apa Manfaat Sarapan bagi Anak? Berikut 6 Daftarnya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.