KOMPAS.com - Peredaran obat palsu di pasaran menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Penggunaan obat palsu yang tak terjamin kualitas dan keamanannya dapat menimbulkan risiko kesehatan yang berbahaya.
Ketua Umum Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) Induk Pusat Mozes Wambrauw Simbiak, SFarm, mengatakan bahwa edukasi dan imbauan ketika membeli obat berperan penting demi menjaga keamanan dan kesehatan masyarakat.
Menurutnya, sebagian masyarakat belum sepenuhnya memahami tanda-tanda obat palsu yang beredar di pasar dan membahayakan kesehatan mereka.
Dalam laman resmi pafipuncak.org, ia menjelaskan sejumlah ciri-ciri obat palsu yang perlu diwaspadai masyarakat.
Salah satu tanda yang paling umum adalah kemasan yang tidak sesuai standar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), seperti tulisan yang buram, warna kemasan yang pudar, serta ketiadaan hologram resmi.
“Untuk itu, masyarakat perlu lebih jeli dalam memilih obat, selalu membelinya di toko resmi, dan memastikan produk memiliki izin edar dari BPOM,” ujar Mozes dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (20/11/2024).
Mozes menambahkan, penggunaan obat palsu tak hanya berdampak pada ketidakefektifan pengobatan, tetapi juga berpotensi menimbulkan efek samping yang berbahaya.
“Obat palsu sering kali mengandung zat yang tidak sesuai dosis hingga (mengandung) bahan yang berbahaya bagi organ tubuh,” jelasnya.
Guna mengurangi risiko, ia menyarankan masyarakat membeli di apotek yang memiliki izin beroperasi resmi sebagai tempat utama pembelian obat dan pastikan tenaga farmasi di apotek tersebut berkompeten.
"Obat dengan label BPOM adalah jaminan penting karena produk tersebut telah melewati pengujian ketat," tegasnya.
Mozes pun menyoroti peran teknologi dalam membantu masyarakat mengenali obat asli yang beredar. Beberapa aplikasi resmi juga telah dikembangkan untuk memverifikasi keaslian nomor seri obat tersebut.
Saat ini, terdapat aplikasi BPOM Mobile yang dapat digunakan masyarakat. Selain itu, ada pula fitur kode QR memungkinkan masyarakat memverifikasi keaslian obat.
“Meskipun tampak sederhana, tetapi (langkah-langkah tersebut) sangat efektif untuk mengurangi risiko,” tambahnya.
PAFI juga mendorong kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri farmasi untuk terus meningkatkan pengawasan terhadap distribusi obat.
Dengan sistem distribusi tertutup dan pengawasan yang lebih ketat, peredaran obat palsu dapat diminimalisasi.