KOMPAS.com - Wacana menggantikan sumber protein konvensional seperti telur dengan makanan berbasis serangga dan ulat sagu dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi perhatian baru dalam pengembangan kearifan lokal di Indonesia.
Dokter Gizi Klinik MRCC Siloam Hospitals dr. Inge Permadhi, Sp.GK menjelaskan bahwa bahan pangan ini tidak hanya kaya protein tetapi juga mendukung pemanfaatan sumber daya lokal.
"Makanan seperti belalang dan ulat sagu sebenarnya sudah menjadi bagian dari kebiasaan masyarakat di beberapa daerah di Indonesia. Ini adalah bagian dari kearifan lokal yang sangat baik," ujarnya saat dihubungi KOMPAS.com melalui sambungan telepon, Minggu (26/1/2025).
Baca juga: Pakar Gizi: Susu Tetap Penting dalam Program Makan Bergizi Gratis
Meski potensi kandungan proteinnya menjanjikan, Dokter Inge menekankan perlunya kajian lebih lanjut untuk memastikan kesetaraan nilai gizi antara makanan berbasis serangga dan sumber protein lainnya.
"Misalnya, satu butir putih telur mengandung sekitar 5 gram protein. Tapi, berapa banyak ulat sagu yang setara dengan jumlah protein itu? Itu harus dihitung dan dikaji lebih lanjut," jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa pengolahan makanan berbasis serangga harus dilakukan secara higienis, sehat, dan bervariasi untuk memastikan keamanan, kesehatan, serta membuat orang senang untuk mengonsumsi.
Namun, wacana ini tidak tanpa tantangan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah kemungkinan terjadinya alergi, biasanya orang sudah mengetahui kecenderungan alergi terhadap makanan atau kondisi tertenu.
"Seperti telur yang bisa menyebabkan alergi pada beberapa orang tertentu, ulat sagu atau belalang juga memiliki potensi yang sama. Oleh karena itu, penting untuk mencantumkan informasi tentang sumber makanan tersebut, sehingga apabila mereka tahu bahwa makanan tersebut dapat menyebabkan alergi, jangan dikonsumsi," ungkapnya.
Selain itu, penerapan program ini juga tergantung pada ketersediaan bahan di setiap daerah.
"Di daerah yang memiliki banyak ulat sagu, ini mungkin lebih mudah diterapkan. Tapi di daerah lain, bisa menjadi tantangan karena faktor ketersediaan," katanya.
Baca juga: PB IDI Sarankan Menu Makan Bergizi Gratis dengan Panduan Isi Piringku
Meski menghadapi beberapa tantangan, Dokter Inge menyatakan dukungannya terhadap inisiatif ini, terutama untuk meningkatkan gizi ibu hamil, menyusui, dan anak-anak.
"Program (MBG) ini sangat bagus, karena membantu memenuhi kebutuhan gizi kelompok khusus ini. Dengan demikian, kita dapat mencetakgenerasi masa depan yang sehat dan pandai," katanya dengan optimistis.
Namun, ia mengingatkan pentingnya pendanaan yang memadai agar program ini bisa berjalan dengan baik.
Baca juga: Susu dalam Program Makan Bergizi Gratis: Perlukah Jadi Prioritas?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.