DI TENGAH ketidakpastian sistem kesehatan global dan mahalnya obat-obatan kimia, Indonesia menghadapi tantangan besar untuk memastikan akses kesehatan yang terjangkau sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor.
Pandemi COVID-19 yang lalu menunjukkan betapa rentannya ketahanan kesehatan nasional ketika rantai pasok obat dan alat kesehatan global terganggu.
Namun, di balik tantangan tersebut, terdapat peluang besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan, yaitu pengembangan tanaman obat unggul (tanaman biofarmaka) sebagai pilar kemandirian kesehatan dan ekonomi.
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 80 persen penduduk dunia menggunakan obat herbal tradisional sebagai bagian dari perawatan kesehatan mereka.
Pada 2015, nilai perdagangan global untuk enam kelompok tanaman obat mencapai 4,3 miliar dollar AS.
Indonesia memiliki kekayaan biodiversitas sekitar 9.600 spesies dengan lebih dari 22.000 ramuan obat tradisional yang telah teridentifikasi secara ilmiah.
Namun, kita masih tertinggal dalam pemanfaatannya dari negara-negara seperti China, India, dan Brasil. Mereka lebih dahulu membangun ekosistem riset dan produksi.
Untuk mengubah keadaan ini, Indonesia perlu segera mengembangkan strategi nasional yang komprehensif dalam memanfaatkan potensi tanaman obat.
Langkah-langkah tersebut meliputi peningkatan riset dan pengembangan, pemberdayaan petani lokal dalam budidaya tanaman obat, serta penguatan industri pengolahan dan pemasaran produk herbal.
Baca juga: Minyak Nilam Indonesia yang Mengharumkan Dunia
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor tanaman obat, aromatik, dan rempah-rempah Indonesia meningkat dari 222,88 juta dollar AS (sekitar Rp 3,66 triliun) pada 2012 menjadi 291,87 juta dollar AS (sekitar Rp 4,79 triliun) pada 2023.
Beberapa komoditas seperti minyak nilam, jahe, dan kunyit memiliki potensi lebih besar untuk komoditas ekspor jika diolah menjadi produk bernilai tambah. Meski demikian, potensi ini belum menjadi prioritas utama dalam kebijakan ekonomi nasional.
Dalam beberapa dekade terakhir, sebelum bertranformasi menjadi Badan Standarisasai Instrumen Pertanian (BSIP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian berhasil mengembangkan berbagai varietas tanaman obat unggul dengan kualitas yang kompetitif secara global.
Misalnya, Nilam Varietas Patchoulina 1 dan 2 memiliki kadar Patchouli Alcohol (PA) lebih dari 30 persen, yang melebihi standar pasar.
Minyak Nilam memiliki beragam manfaat dalam bidang jamu, kesehatan, kecantikan, pengobatan alternatif, serta aromaterapi.
Minyak nilam juga memiliki khasiat sebagai antibakteri, antijamur, anti-inflamasi, penguat imun, serta anti-aging untuk kesehatan kulit.