“Hampir separuh hidup ini saya habiskan untuk tinja dan sanitasi. Orang menyebut saya si Mantri Kakus”
KOMPAS.com - Lantang suara Abie Wiwoho (57) memperkenalkan diri dengan kalimat tersebut. Riuh rendah tepuk tangan seluruh peserta Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN) 2015), menyambut perkenalannya yang tak biasa itu.
Dua tahun lalu, Abie masih berkutat dengan dunia pendidikan. Dulu, dia adalah akademisi, dosen, sekaligus peneliti khusus mempelajari tinja dan air limbah.
Kini, ia sudah pensiun. Namun, keinginannya berkarya tak pernah padam. Selalu hangat dalam ingatannya masa-masa ia menjadi dosen. Waktu itu, sebutan sebagai "Raja Gagal" kerap menghampiri telinganya.
“Air limbah kan tidak sehat. Sebagai dosen, saya punya ambisi untuk dapat menjernihkannya. Untuk itu, beberapa kali saya lakukan penelitian untuk menjernihkan air limbah,” tutur Abie.
Beberapa kali penelitian yang Abie lakukan tak menghasilkan sesuatu. Bahkan tak jarang ia hanya menjadi bahan tertawaan dari rekan sesama dosen.
“Tekad saya waktu itu, akan berhenti jadi dosen kalau tidak juga berhasil menjernihkan air tinja. Pemerintah rugi membayar saya (kalau saya gagal),” kenang mantan dosen Politeknik Kesehatan Depatemen Kesehatan Jakarta II.
Tak muluk-muluk, sebagai akademisi di bidang kesehatan Abie ingin memutus mata rantai penyakit yang berasal dari air limbah.
“Waktu itu saya mengajar mata kuliah Pembuangan Tinja dan Air Limbah. Mahasiswa di sana boleh jadi menganggap kuliah ini konyol. Banyak yang (semula) tidak suka dengan mata kuliah tersebut,” lagi-lagi Abie mengenang.
Meski begitu, ia tetap menggebu menyampaikan materi kuliah. Urusan tinja bukanlah urusan sepele baginya. Kegigihannya itu yang akhirnya mengundang rasa hormat dari para mahasiswa Abie. Belakangan, kelas kuliah Abie berbalik menjadi mata kuliah favorit.
Dari "sarang tawon" hingga Wiro Sableng
“Dalam satu gram tinja, ada satu juta bakteri. Terbayang seberapa banyak penyakit yang ada di dalamnya. Tak hanya itu, keseimbangan lingkungan pun akan terganggu (bila tak ada penanganan yang tepat atas tinja),” papar Abie.
Tak hanya limbah, penelitian para mahasiswa Abie ada masalah juga soal tangki septik. “Ternyata masih banyak masyarakat yang tak memiliki tangki septik layak," sebut Abie.
Jangankan di permukiman, ujar Abie, tangki septik di fasilitas publik seperti rumah sakit dan puskesmas pun sama tidak layaknya. Dia pun semakin menguatkan tekad mencari solusi atas masalah ini.
Abie ingin membuat sistem pengolahan limbah cair yang benar-benar layak. Sayangnya, aku dia, pengetahuan dan ilmunya serba terbatas. Perlu waktu dari hari demi hari hingga 15 tahun untuk meneliti dan mendapatkan hasil sesuai harapannya.