Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emosi: Bisa Positif dan Negatif

Kompas.com - 14/04/2010, 09:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com Tidak sedikit orang yang menyesal setelah melakukan tindakan fatal, seperti mengamuk atau merusak, yang dipicu oleh kemarahan tak terbendung. Ia sendiri tidak mengerti mengapa ia sampai melakukan sesuatu yang tak pantas. Marah adalah salah satu bentuk emosi yang perlu diwaspadai.

“Jadi, orang jangan suka emosi!” “Sudah-sudah! Tidak baik membuat orang emosi!” Kalimat sejenis itu tak jarang kita dengar. Kata emosi sering kali digunakan dalam kalimat seperti itu sehingga memiliki konotasi negatif, yakni marah.  

Sebetulnya terdapat berbagai jenis emosi: ada yang negatif, ada yang positif. Marah hanyalah salah satu jenis emosi negatif.

Selain marah, yang termasuk emosi negatif, antara lain, waspada, benci, jijik, sedih, dan ngeri. Adapun yang termasuk emosi positif antara lain gembira, menerima, heran, dan takjub.

Dalam interaksi sosial, emosi memegang peran sangat penting. Bayangkan bagaimana seandainya relasi antarpribadi berlangsung tanpa disertai emosi: kita berkomunikasi dengan ekspresi datar, tanpa lonjakan perasaan.

Meskipun demikian, ekspresi emosi meledak-ledak tak dapat diterima oleh masyarakat. Itulah sebabnya diperlukan pengendalian emosi, bukan hanya untuk mengurangi ekspresi emosi yang tidak diharapkan, melainkan juga mengendalikan beberapa bentuk emosi yang sering kali menyulitkan kita sendiri, seperti kemarahan, kecemasan, rasa bersalah, dan juga cinta romantis.

Bagaimana mengendalikan emosi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami apa itu emosi dan bagaimana proses kerja emosi.

Memahami emosi
Eastwood Atwater, penulis buku Psychology of Adjustment, mengartikan emosi sebagai suatu kondisi kesadaran yang kompleks, mencakup sensasi di dalam diri dan ekspresi ke luar yang memiliki kekuatan memotivasi untuk bertindak.  

Ketika kita mengalami emosi tertentu, misalnya gembira, tentu ada penyebabnya: berjumpa dengan orang yang dikasihi, mendapat bonus, dan sebagainya. Demikian pula ketika mengalami emosi sedih, hal itu tentu ada penyebabnya: gagal ujian, putus hubungan dengan orang yang dicintai, dan sebagainya.

Peristiwa-peristiwa yang yang kita hadapi itu akan mengakibatkan otot-otot secara refleks berkontraksi karena mengalami stimulasi semacam sengatan listrik. Selanjutnya, dengan itu kita menyadari dan menginterpretasi bahwa kita sedang gembira atau sedih, lalu interpretasi itu menentukan bagaimana kita bertindak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com