Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berempat Kompak demi Temulawak

Kompas.com - 21/05/2011, 14:45 WIB
KOMPAS.com -  Kian hari, temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB) makin menjadi pilihan bahan baku utama industri obat berbasis herbal. Tanaman asli Indonesia ini menurut pelbagai penelitian memang begitu banyak khasiatnya bagi kesehatan mulai dari kemampuannya meningkatkan kerja ginjal serta antiinflamasi hingga menjadi obat ampuh untuk  jerawat, peningkatan nafsu makan, antikolesterol, antiinflamasi, antianemia, antioksidan, pencegah kanker, dan antimikroba.

Selain industri jamu, ternyata industri farmasi juga melirik khasiat temulawak untuk bahan dasar obat. Sebagaimana dikatakan Corporate Business Project Implementation Manager Soho Group Yudi Reynaldi di sela-sela kegiatan pemeriksaan kesehatan gratis untuk seribu warga Desa Cihanjawar, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi pada Jumat (20/5/2011) kemarin, pihaknya, sejak setahun silam juga mulai mengembangkan budidaya temulawak.

Yudi menambahkan sampai kini, Soho mengelola lahan seluas 12 hektare untuk budidaya tersebut. Sementara, lahan plasma seluas 10 hektare juga tengah dalam persiapan, bekerja sama dengan petani lokal.

Dalam catatan Yudi, andai telah berproduksi maksimal, lahan seluas tersebut bisa menghasilkan 50 ton temulawak dalam setahun. "Kami sekarang membutuhkan 10 ton temulawak per bulan," imbuh Yudi.

Digadang-gadang sebagai ikon bahan dasar obat herbal di Indonesia sejak tiga tahun silam, temulawak kini menjadi incaran industri. Beranjak dari data 2008 milik Kementerian Pertanian, produksi bahan obat herbal atau biofarmaka mencapai 465.257 ton. Dari jumlah itu, temulawak berkontribusi 23.470 ton. Saat ini, meski belum ada data paling baru dari kementerian tersebut sumbangan temulawak diprediksikan meningkat.

Menurut Yudi kemudian, tantangan ke depan adalah memaksimalisasikan budidaya temulawak untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku industri obat herbal maupun farmasi. Dari sinilah, empat pihak dalam lingkup ABGC (academy, business, government, and community) harus benar-benar kompak, bekerja sama. Jalinan tersebut menyatukan Institut Pertanian Bogor (IPB), Soho Group, Pemerintah Kabupaten Sukabumi beserta Dinas Pertanian terkait, serta komunitas petani Kecamatan Nagrak.

Pihak perguruan tinggi mendapat tugas untuk melakukan perencanaan, penelitian mengenai temulawak berikut peningkatan pemahaman masyarakat mengenai tanaman temulawak. Pihak bisnis kebagian porsi, salah satunya, menyerap produksi temulawak. Kemudian, pihak pemerintah menyediakan kemudahan-kemudahan terkait fasilitas penanaman. "Sementara, komunitas petani yang melakukan penanaman temulawak," katanya.

Masih berhubungan dengan komunitas, lanjut Yudi, para petani akan mendapat koordinasi dalam gabungan kelompok tani, penyuluhan pertanian, dan segala sesuatu yang terkait dengan penanaman temulawak. "Petani dilibatkan juga di dalam lahan plasma," demikian Yudi.

Sampai dengan 2018, Soho Group bakal membutuhkan 100 hektare lahan plasma. Banderol perusahaan untuk temulawak kering mencapai Rp 5.500 per kilogram.   
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com