Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minuman Manis Lebih Berbahaya dari Nasi dalam Mengakibatkan Diabetes

Kompas.com - 29/08/2024, 12:00 WIB
Elizabeth Ayudya Ratna Rininta

Penulis

KOMPAS.com - Tidak hanya nasi putih, mengonsumsi minuman manis juga dapat memicu penyakit diabetes tipe 2 (diabetes melitus) dan obesitas. Bahkan, minuman manis tidak memberi nilai gizi.

Hal itu disampaikan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melalui keterangan pers.

Minuman manis seperti soda atau teh kemasan mengandung gula tambahan dalam jumlah besar yang langsung meningkatkan kadar gula darah tanpa memberikan manfaat gizi,” kata Pelaksana Sementara Ketua Harian YLKI Indah Sukmaningsih.

Baca juga: Apa Ciri-ciri Penyakit Diabetes yang Sudah Parah? Berikut 8 Daftarnya

Indah mengatakan, riset membuktikan bahwa minuman manis dan nasi putih memiliki potensi meningkatkan risiko diabetes, meski tingkatnya berbeda.

Konsumsi rutin minuman manis dikaitkan kuat dengan peningkatan risiko obesitas dan diabetes melitus.

Sebaliknya nasi putih meskipun memiliki indeks glikemik tinggi tapi tidak mengandung gula tambahan dan masih memberikan karbohidrat sebagai sumber energi terutama jika dikonsumsi dalam porsi yang wajar.

“Namun untuk menjaga kesehatan pilihan yang lebih aman adalah mengurangi konsumsi keduanya, mengganti minuman manis dengan air putih atau teh tanpa gula, serta mengganti nasi putih dengan karbohidrat yang lebih sehat seperti nasi merah atau quinoa,” katanya.

Baca juga: Apakah Sawo Boleh untuk Diabetes? Berikut Penjelasannya...

YLKI berpendapat, menyehatkan masyarakat Indonesia memerlukan pendekatan holistik yang mencakup kebijakan fiskal seperti cukai, regulasi yang ketat dan kampanye edukasi yang masif.

Cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tetap menjadi solusi efektif untuk mengubah perilaku konsumsi gula di masyarakat.

“Cukai MBDK adalah bagian integral dari upaya tersebut yang diharapkan dapat membantu masyarakat Indonesia mengurangi konsumsi gula berlebih dan mencegah peningkatan prevalensi PTM (penyakit tidak menular) di masa depan,” kata Indah.

Peta jalan yang diusulkan Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) yang menyarankan pengendalian gula, garam dan lemak (GGL) sebagai alternatif pengenaan cukai MBDK, ditanggapi YLKI sebagai upaya jangka panjang.

Namun tetap disertai kebijakan fiskal yang tegas untuk menghasilkan perubahan perilaku konsumsi yang dibutuhkan.

“Argumen bahwa kontribusi minuman berpemanis terhadap total konsumsi gula nasional hanya 4 persen tidak mengurangi urgensi pengendalian produk. Sebaliknya pengenaan cukai akan secara langsung mendorong produsen menyesuaikan kadar gula dalam produknya,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau