Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Pemerintah Picu Lonjakan Kanker

Kompas.com - 10/09/2011, 14:29 WIB

Jakarta, Kompas - Peringatan ancaman lonjakan jumlah penderita kanker global seharusnya dijadikan alarm bagi pemerintah untuk memperbaiki kebijakan kesehatan secara menyeluruh. Jika tidak, negara akan menanggung beban ganda untuk mengobati kanker sekaligus mengatasi kemiskinan masyarakat dan pembangunan yang membutuhkan modal besar.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany di Jakarta, Jumat (9/9), mengatakan, kebijakan pencegahan kanker baru terasa dampaknya 10- 20 tahun lagi. Ini tidak sesuai dengan sistem politik yang hanya lima tahunan. Akibatnya, para pemimpin hanya sibuk memikirkan kepentingan mereka dan lupa atas nasib bangsa ke depan.

Dana Riset Kanker Dunia (WCRF) yang berpusat di Inggris, Rabu (7/9), mengingatkan terjadinya lonjakan jumlah penderita kanker global hingga 20 persen dalam 10 tahun terakhir. Setiap tahun, jumlah penderita kanker baru mencapai 12 juta orang. Sebanyak 2,8 juta kasus terkait dengan pola makan, kurang olahraga, dan kegemukan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengingatkan, kanker merupakan penyebab kematian utama dunia. Kematian akibat kanker mencapai 7,6 juta orang (13 persen) dari seluruh penyebab kematian tahun 2008. Kematian akibat kanker pada tahun 2030 diperkirakan 11 juta jiwa. Sebanyak 70 persen kematian akibat kanker terjadi di negara dengan pendapatan rendah hingga menengah, seperti Indonesia.

Menurut Hasbullah, kebijakan pemerintah yang justru memicu lonjakan kanker antara lain subsidi besar-besaran terhadap bahan bakar minyak dan keengganan untuk mempercepat pembangunan transportasi publik yang aman dan nyaman. Kedua kebijakan ini akan mendorong orang untuk memiliki kendaraan pribadi yang akan meningkatkan polusi dan membuat masyarakat kurang beraktivitas fisik.

Faktor risiko kanker lain adalah rokok. Ketidaktegasan pemerintah mengatur membuat masyarakat terpapar asap rokok.

Pendidikan publik yang mendorong masyarakat mengonsumsi makan makanan sehat dan berserat kurang. Iklan layanan publik ini kalah gencar dengan iklan makanan siap saji yang meningkatkan risiko kanker.

Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Nila Djuwita Moeloek, mengatakan, Indonesia belum memiliki data pasti tentang penderita kanker.

Selain pembangunan yang lebih berwawasan lingkungan, Nila mengingatkan, perlu segera diwujudkan sistem pembiayaan kesehatan yang melindungi seluruh masyarakat. Kendala biaya yang membuat penderita kanker dari kelompok ekonomi menengah bawah lebih banyak pasrah.

”Sistem jaminan sosial nasional yang bisa melindungi seluruh warga dan dikelola secara amanah perlu segera diwujudkan,” kata Hasbullah. (MZW)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com