Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abaikan Kesehatan Pasien Jiwa, Bahaya yang Didapat!

Kompas.com - 28/10/2012, 16:24 WIB

KOMPAS.com - Saat menuliskan artikel ini, saya sedang berada di Incheon menunggu pesawat Garuda Indonesia yang akan membawa saya kembali ke Jakarta. Saya berada di Seoul, Korea Selatan sejak Kamis lalu untuk menghadiri dan melakukan presentasi poster pada acara Pacific Rim College of Psychiatry ke-15. Acara yang dihadiri berbagai negara Asia Pasifik, Eropa dan Amerika ini banyak memberikan informasi terkait perkembangan ilmu psikiatri khususnya di negara-negara Asia. Saya sendiri memberikan presentasi tentang masalah psikiatri pada pasien dengan gagal ginjal.

Masalah pasien yang mengalami gangguan jiwa akibat kondisi medis umum dan sebaliknya memang merupakan keminatan saya sebagai psikiater. Bidang yang disebut Liaison Psychiatry ini merupakan suatu cabang subspesialisasi psikiatri yang mempunyai peran dalam penanganan kasus gangguan medis yang mengalami gangguan jiwa dan juga sebaliknya pasien gangguan jiwa yang rentan mengalami gangguan medis.

Gangguan medis rentan sakit jiwa

Beberapa gangguan medis rentan mengalami gangguan jiwa. Data dari berbagai literatur mengatakan, penyakit kronik seperti diabetes atau kencing manis, gangguan ginjal, sakit jantung dan pembuluh darah, kanker adalah beberapa penyakit yang dihubungkan dengan kerentanan pasiennya mengalami gangguan jiwa.

Depresi adalah kondisi gangguan kejiwaan yang paling banyak ditemukan pada pasien gagal ginjal. Prevalensi depresi berat pada populasi umum adalah sekitar 1,1%-15% pada laki-laki dan 1,8%-23% pada wanita, namun pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis atau cuci darah prevalensinya sekitar 20%-30% bahkan bisa mencapai 47%. Hubungan depresi dan mortalitas yang tinggi juga terdapat pasien-pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang (Chen et al. 2010).

Kondisi suasana perasaan yang negatif pada pasien gagal ginjal juga seringkali bertumpang tindih gejalanya dengan gejala-gejala pasien gagal ginjal yang mengalami uremia seperti iritabilitas, gangguan kognitif, encefalopati, akibat pengobatan atau akibat hemodialisis yang kurang maksimal (Cukor et al.2007).

Pendekatan psikodinamik pada gangguan depresi adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan hilangnya sesuatu di dalam diri manusia tersebut. Hal ini disebut sebagai faktor eksogen sebagai penyebab depresinya. Kondisi gagal ginjal yang biasanya dibarengi dengan hemodialisis adalah kondisi yang sangat tidak nyaman. Kenyataan bahwa pasien gagal ginjal terutama gagal ginjal kronis yang tidak bisa lepas dari hemodialisis sepanjang hidupnya menimbulkan dampak psikologis yang tidak sedikit. Faktor kehilangan sesuatu yang sebelumnya ada seperti kebebasan, pekerjaan dan kemandirian adalah hal-hal yang sangat dirasakan oleh para pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis.

Hal ini bisa menimbulkan gejala-gejala depresi yang nyata pada pasien gagal ginjal sampai dengan tindakan bunuh diri.Selain tindakan nyata dalam melakukan tindakan bunuh diri, sebenarnya penolakan terhadap kegiatan hemodialisis yang terjadwal dan ketidakpatuhan terhadap diet rendah potasium adalah salah satu hal yang bisa dianggap sebagai upaya  "halus" untuk bunuh diri.

Diabetes melitus atau kencing manis dikatakan oleh Cox pada tahun 1992 sebagai suatu gangguan medis yang paling berhubungan dengan kondisi medis dan perilaku. National Insitute of Mental Health di Amerika mengatakan pasien diabetes mempunyai kecenderungan mengalami depresi. Diabetes meningkatkan risiko depresi seperti dikatakan Paile-Hyvarinen et al dalam Jurnal Ann Med 2007.

Tiga puluh persen pasien diabetes mellitus tipe 2 mengalami gejala depresi dan terjadi pula peningkatan pada kadar hemoglobin HbA1c-nya. Prevalensi gangguan depresi pada pasien diabetes pada berbagai penelitian berkisar antara 15%-31%. Kabar baiknya pengobatan depresi berhubungan dengan penurunan HbA1c (glycosylated hemoglobin) sehingga menandakan adanya kontrol gula darah yang lebih baik. Dikatakan juga pada pasien diabetes mellitus juga ditemukan adanya penurunan fungsi serotonin di dalam otak. Kondisi ini yang bisa mengarah lebih dekat ke arah gejala depresi pada pasien.

Pasien diabetes yang mengalami depresi secara perilaku kebanyakan tidak mampu melakukan hal-hal positif untuk menjaga agar penyakitnya tidak bertambah parah. Empat pilar pengobatan pasien diabetes adalah diet yang baik, makan obat antidiabetik oral, olahraga yang baik dan cek kadar gula darah yang benar. Pada pasien diabetes, empat hal di atas ini jarang bisa dilakukan dengan baik. Hal ini tentunya akan menambah masalah dalam pengobatan diabetes mellitus.

Gangguan jiwa rentan sakit medis

Pasien gangguan jiwa juga sangat rentan mengalami gangguan medis fisik. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa pasien dengan gangguan jiwa lebih rentan mengalami gangguan medis yang membuat peningkatan angka kematian akibat penyakit medis pada pasien gangguan jiwa.

Beberapa penyakit seperti sakit paru-paru, jantung, penyakit berhubungan dengan pencernaan, penyakit yang berhubungan dengan otot, gangguan metabolisme dan diabetes adalah penyakit yang kerap ditemukan banyak terjadi pada pasien gangguan jiwa.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan meningkatnya kejadian gangguan medis pada pasien yang mengalami gangguan jiwa adalah berhubungan dengan gaya hidup pasien gangguan jiwa. Beri contoh saja misalnya pasien skizofrenia yang cenderung banyak merokok karena gangguan jiwanya, akan lebih rentan mengalami gangguan berhubungan dengan paru-paru. Beberapa pasien yang menjalani pengobatan dengan beberapa antipsikotik generasi kedua juga rentan mengalami masalah medis berhubungan dengan obat yang mereka minum. Kegemukan dan peningkatan gula darah jika tidak dikontrol akan membuat masalah di kemudian hari berhubungan dengan diabetes.

Stigma yang mengganggu

Masalah terkait dengan penyembuhan pasien yang mengalami gangguan medis dan gangguan jiwa ternyata tidaklah mudah. Dokter yang merawat pasien medis dan pasien gangguan jiwa sering kali tidak menyadari hal ini atau terlambat menyadari. Masalah stigma sering kali menjadi penyebab. Masih ada anggapan di beberapa orang bahkan di kalangan medis bahwa sakit yang dikeluhkan pasien gangguan jiwa apalagi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia adalah hal yang tidak nyata dan dihubungkan dengan gejala penyakit jiwanya. Padahal di luar daripada gangguan jiwa yang dia miliki, pasien gangguan jiwa memiliki kerentanan juga mengalami gangguan medis fisik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com