Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/11/2013, 05:43 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Sumber Reuters
BEIJING, KOMPAS.com — Untuk mengurangi ketergantungan pada organ tubuh dari narapidana yang dieksekusi mati, China meluncurkan program percontohan donor organ sukarela di 25 provinsi dan kota sejak Februari 2013. Pada akhir tahun, ditargetkan skema di tingkat nasional sudah dapat berjalan.

Mantan Wakil Menteri Kesehatan China, Huang Jiefu, mengatakan, transplantasi menggunakan organ donor melonjak menjadi 900 kasus pada tujuh bulan pertama tahun ini. Sementara pada 2011, hanya tercatat 245 kasus. Meski demikian, kata Huang, lonjakan itu masih jauh dari setengah penggunaan organ transplantasi dari narapidana yang dieksekusi mati.

Kelompok HAM mengataka, banyak organ diambil dari narapidana yang dieksekusi mati tanpa pernah ada persetujuan sebelumnya, baik dari narapidana itu maupun keluarganya. Pemerintah China sudah membantah tudingan ini.

Donor organ tidak populer di China karena kepercayaan tradisional setempat meyakini semua bagian tubuh harus dikubur atau dikremasi utuh saat si empunya mati. Diperkirakan saat ini ada 300.000 pasien ada dalam daftar tunggu untuk mendapat transplantasi organ. Rata-rata, hanya 1 dari 30 pasien yang akhirnya benar-benar menjalani transplantasi.

Data dan situasi di atas telah mendorong munculnya perdagangan organ ilegal. Pada 2007, Pemerintah China sudah melarang transplantasi dari donor yang masih hidup. Pengecualian hanya berlaku untuk pasangan dan kerabat baik dari hubungan darah, perkawinan, maupun adopsi.

China berencana mengakhiri praktik kontroversial penggunaan organ narapidana yang dieksekusi mati untuk transplantasi. Rencana itu menurut pejabat senior China, Sabtu (2/11/2013), akan dijalankan pertengahan tahun depan. Tahapan awal sudah dimulai pada bulan ini.

China adalah satu-satunya negara yang secara sistematis masih mengambil organ para narapidana tereksekusi mati untuk transplantasi. Praktik yang sudah berjalan puluhan tahun ini menuai kecaman dari masyarakat internasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com