Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/12/2013, 15:07 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com-
Masyarakat Indonesia lekat dengan segala macam tradisi, termasuk dalam hal melahirkan. Peran dukun bersalin di daerah terpencil bahkan nyaris tak tergantikan. Dukun selalu ada dalam setiap peristiwa kelahiran, terutama pada masyarakat pedesaan.
 
Padahal, bukan rahasia lagi jika dukun persalinan sebetulnya memiliki kompetensi yang minim. Kemampuan yang minim meningkatkan risiko ibu mengalami pendarahan bahkan kematian. Namun risiko ini nyatanya tak menyurutkan niat ibu melahirkan di dukun.

Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka kematian ibu menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2013, yang mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup.

 
Menurut Wakil Menteri Kesehatan RI, Ali Ghufron Mukti, tingginya angka kematian ibu bukan merupakan kesalahan tradisi. Namun masyarakat perlu terus diedukasi, tidak zamannya lagi melahirkan dengan tenaga bersalin minim kompetensi.
 
"Sebetulnya bukan salah tradisi. Namun penempatan tradisi tersebut yang sudah tidak pada waktunya. Hal inilah yang perlahan harus digeser," kata Ali Ghufron.
 
Pergeseran ini tentunya tidak bisa berlangsung instan. Hal ini supaya tidak menimbulkan salah persepsi atau penolakan di masyarakat. Pergeseran perlahan juga dimaksudkan supaya tidak bertentangan dengan nilai budaya yang dianut masyarakat.
 
Hal senada dikatakan Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Ibu Kementerian Kesehatan RI, Rizkiyana Sukandhi Putra. "Bukan tradisi yang kita ubah, tapi nilai yang ada pada masyarakat. Misalnya tidak afdhol jika lahiran tidak di bidan, atau tenaga kesehatan berkompeten. Hal inilah yang coba kita masukkan," ujarnya pada KOMPAS Health, pada Kamis (5/12/2013).
 
Pergeseran pola pikir, kata Rizkiyana, antara lain dilakukan dengan menyekolahkan anak dukun bersalin di sekolah kebidanan. Dengan cara ini diharapkan anak dukun tersebut bisa mendatangkan masa depan yang lebih baik bagi, tanpa sedikitpun mengganggu stabilitas masyarakat.
 
Hal lain adalah dengan menjadikan dukun persalinan sebagai mitra. Rizkiyana mengakui, pada masyarakat tertentu dukun berperan penting. Dukun akan mendatangkan ketenangan dan efek psikologis positif lainnya, pada ibu yang akan melahirkan.
 
"Dengan dua program ini kami berharap tidak ada lagi dukun baru. Dukun persalinan akan hilang secara alami, dan diganti tenaga kesehatan yang lebih berkompeten. Tentunya jangan sampai dukun kehilangan eksistensi dan merasa dimusuhi," kata Sekertaris Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementrian Kesehatan RI, Kuwat Sri Handoyo. Hal ini dilakukan melalui rumah tunggu kelahiran, yang menempatkan dukun sebagai tenaga pengajar bagi ibu, bagaimana mengajar kesehatan dan kebersihan ibu hamil.
 
Upaya tersebut diharapkan bisa menekan angka kematian ibu hingga sesuai target MDG's yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Kuwat, hal ini akan dilakukan pada 9 propinsi dengan jumlah penduduk terpadat. Propinsi yang berpenduduk lebih dari 75 juta ini adalah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumaera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan.
 
"Propinsi padat penduduk berpeluang besar menghasilkan angka kematian ibu. Karena itu semua upaya kita maksimalkan ke wilayah tersebut. Setelah program untuk ibu akan dilanjutkan program untuk bayi dan balita. Sehingga target MDG bisa tercapai," kata Kuwat.
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com