KOMPAS.com - Gara-gara kadar kolesterol dalam tiga kali pemeriksaan kesehatan tahunan menunjukkan angka di atas 200 mg/dL terus-menerus, Retno Puji Astuti dipanggil menghadap dokter perusahaan tempatnya bekerja. “Dokter meresepkan saya untuk minum statin,” aku perempuan berusia 41 tahun itu yang bekerja di bilangan jalan Thamrin, Jakarta.
Statin, nama obat penurun kolesterol, bekerja dengan menghalangi zat yang dibutuhkan tubuh untuk menghasilkan kolesterol. Statin juga membantu tubuh menyerap kembali kolesterol yang menumpuk dan membentuk plak di dinding pembuluh arteri kita. Dengan begitu, statin mencegah penyumbatan pembuluh darah. Ujungnya, statin bekerja mencegah terjadinya serangan jantung.
“Obat penurun kolesterol ini harus diminum dalam jangka panjang. Itu bikin saya takut akan efek samping jangka panjangnya. Lantas saya minta ke dokter untuk mencoba mengendalikan kolesterol dengan olah raga dan pola makan sehat. Kalau itu juga tak berhasil, saya baru mau menyerah minum statin,” ujar wanita yang akrab disapa Eno ini.
Situs kesehatan Mayo Clinic mengatakan perlu tidaknya kita mengonsumsi statin bukan hanya mempertimbangkan kadar kolesterol. Faktor-faktor risiko lain yang mempengaruhi terjadinya penyakit jantung perlu diperhitungkan. Misalnya, riwayat kolesterol tinggi atau penyakit jantung, gaya hidup kurang olah raga, tekanan darah tinggi, diabetes, merokok, dan menyempitnya pembuluh arteri di leher, lengan atau kaki.
Kalau pun toh harus minum statin, dokter pasti akan memilih dosis yang pas. Ketika dibutuhkan untuk menurunkan kolesterol jahat LDL (Low Density Lipoprotein) sampai 50 persen atau lebih, dokter akan meresepkan statin dosis tinggi. Bila LDL tidak begitu tinggi, dosis yang diperlukan lebih rendah.
Ahli dari Mayo Clinic mengatakan dalam mengendalikan kolesterol dengan minum statin atau tidak, gaya hidup sehat tetap merupakan kunci untuk mengendalikan kolesterol dan melindungi kesehatan jantung. Gaya hidup sehat itu meliputi berhenti merokok, mengadopsi pola makan rendah lemak, kolesterol dan garam, olah raga 30 menit sehari dan pengendalian stres.
Ketika pola hidup sehat sudah dilakukan tetapi kolesterol jahat LDL tetap tinggi, mau tak mau kita harus minum statin. “Kolesterol tinggi ini merupakan kelainan metabolisme kolesterol. Pengobatan harus dilakukan terus. Bila berhenti, kolesterol kemungkinan akan naik kembali,” kata Dr. Em Yunir, SpPD, K-EMD, Kepala Divisi Metabolik Endokrinologi, Departemen Penyakit Dalam, RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.