KOMPAS.com - Telinga bukan hanya menjadi organ pendengaran, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk membantu mengurangi rasa sakit. Sebuah studi baru dalam jurnal Brain Stimulation menemukan, menggelitik telinga dapat menjadi salah satu cara mengurangi rasa sakit dan memperbaiki kesehatan jantung.
Mengaplikasikan stimulasi elektrik pada tragus, bagian berbentuk segitiga kecil di depan telinga dapat membantu jantung menyesuaikan laju denyutnya. Karena itu, stimulasi ini juga mampu mencegah jantung berdenyur terlalu keras.
Para peneliti menggunakan stimulasi elektrik pada saraf transkutan dengan alat yang disebut Tens, metode yang dapat menghambat sinyal nyeri di otak dengan mengaplikasikan shock kecil pada kulit. Alat ini sebenarnya lebih umum digunakan untuk membantu melenyapkan nyeri punggung atau nyeri melahirkan. Mereka mengaplikasikan stimulasi alat ini pada telinga 34 relawan sehat selama 15 menit.
Profesor Jim Deuchars dari University of Leeds mengatakan, jika Tens mesin dihidupkan, maka seseorang merasa sensasi tergelitik di telinga, namun tidak sakit. Menurut Deuchars, meski dilakukan pada orang sehat, terapi ini sudah dapat memperbaiki kesehatan jantung mereka.
"Ini masih tahap awal, sehingga masih dilakukan untuk orang sehat. Namun karena berpotensi memperbaiki kesehatan jantung, terapi ini mungkin berguna untuk gagal jantung," ujarnya.
Teknik ini bekerja dengan menstimulasi saraf utama yang disebut vagus yang memiliki peran penting dalam meregulasi organ vital, termasuk jantung. Cabang dari saraf vagus memanjang hingga ke telinga bagian luar. Jika dirangsang dengan sinyal elektrik, pengaruhnya dari pesan saraf itu pun diharapkan dapat memperbaiki denyut jantung. Stimulasi vagus sebelumnya telah lama digunakan untuk beberapa kondisi kesehatan, termasuk epilepsi.
Jennifer Clansy, ketua penelitian dari universitas yang sama mengatakan, denyut jantung tidak bekerja secara tunggal, tetapi berinteraksi dengan lingkungannya. Denyut jantung bisa bertambah cepat atau lambat tergantung pada kebutuhannya.
"Jantung yang sakit justru lebih seperti mesin yang berdenyut secara konstan, sementara stimulasi pada saraf akan meningkatkan variabilitasnya hingga 20 persennya," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.