Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/02/2015, 14:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemberantasan sarang nyamuk dinilai tetap menjadi cara pencegahan penyakit demam berdarah dengue yang efektif. Agar memberikan hasil signifikan, upaya itu harus terus-menerus dilakukan semua lapisan masyarakat. Apalagi, tahun ini diprediksi merupakan siklus lima tahunan peningkatan kasus penyakit tersebut.

Menteri Kesehatan Nila Moeloek, dalam jumpa pers di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (3/2), mengatakan, sejak lama daerah diingatkan agar mewaspadai penyebaran demam berdarah dengue (DBD) pada musim hujan. Upaya yang bisa dilakukan adalah pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan M Subuh mengatakan, PSN masih jadi cara paling efektif mencegah meledaknya kasus DBD. Kejadian luar biasa (KLB) DBD di sejumlah daerah terjadi karena PSN tidak dilakukan.

Subuh mencontohkan, di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, tak terjadi KLB DBD karena PSN kerap dilakukan. ”Sebanyak 95 persen daerah di Indonesia endemis DBD. Karena itu, pencegahan dengan PSN harus terus dilakukan masyarakat. Apalagi tahun ini adalah siklus lima tahunan DBD,” ujarnya.

Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan dengan menguras dan menutup penampungan air serta memakai kembali barang yang bisa menampung air. Cara itu amat efektif memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit DBD.

PSN dilakukan di sejumlah wilayah di DKI Jakarta. Koordinator PSN Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Katharyna, mengatakan, pihaknya mencegah DBD lewat PSN rutin dengan melibatkan peran masyarakat. ”Setiap minggu dilakukan PSN di semua RW. Di tingkat kelurahan, dilakukan sekali sebulan,” ucapnya.

Pemantau jentik

Selain itu, di setiap kampung, ada dua warga menjadi juru pemantau jentik. Mereka bertugas mengamati perkembangan jentik nyamuk dan mengingatkan warga agar memberantas sarang nyamuk. Namun, lingkungan warga yang dekat pasar membuat pencegahan DBD tak maksimal karena jentik nyamuk berkembang biak pada genangan air di sekitar pasar.

Sementara itu, sejumlah puskesmas di Jakarta membagikan bubuk abate kepada warga. Puskesmas Kelurahan Tugu Utara I, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, misalnya, menyiapkan 25 kilogram bubuk abate yang siap dibagikan ke sejumlah lokasi yang rawan penyebaran DBD. ”Di siklus lima tahunan ini, kami membagikan bubuk abate,” kata Lia Wijayanti, petugas Puskesmas Kelurahan Tugu Utara I.

Di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, untuk menekan jumlah kasus DBD, pemerintah daerah setempat membuat gerakan bebas jentik yang melibatkan ribuan siswa SD hingga SMA. Mereka dikerahkan untuk membersihkan lingkungan sekolah, termasuk toilet, untuk memberantas jentik. Gerakan itu dilanjutkan di permukiman. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Situbondo Abu Bakar, pada Januari 2015 ada 50 pasien DBD, padahal pada 2014 hanya ada 30 kasus.

Sementara itu, di Kabupaten Banyuwangi, gerakan pemberantasan jentik dan sosialisasi bahaya demam berdarah dilakukan di perkampungan. Di Kelurahan Mandar, misalnya, petugas kelurahan berkeliling kampung untuk sosialisasi pencegahan dan penanganan DBD dengan berpakaian adat Madura serta membawa perangkat gong untuk menarik perhatian masyarakat.

Menurut Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kalimantan Barat Hinggo, kasus DBD di Kalbar berpotensi jadi kejadian luar biasa karena upaya menjaga kebersihan lingkungan rendah. Banyak warga, terutama pendatang, berpindah-pindah sehingga rumah dan lingkungan tak terawat.

Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan DI Yogyakarta Daryanto Chadorie mengatakan, selama tiga bulan terakhir pihaknya menyosialisasikan cara pencegahan demam berdarah lewat media massa.
(HRS/ESA/DRI/NIT/ ADH/B07/B08)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com