Menurut pedoman organisasi kesehatan dunia (WHO), MPASI harus memenuhi empat syarat, yakni bernutrisi, bersih, aman, dan diberikan dalam jumlah yang tepat. Namun, praktik pemberian MPASI di Indonesia belum sesuai dengan rekomendasi tersebut.
Salah satu indikatornya adalah masih banyaknya angka anak yang menderita malnutrisi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan, jumlah anak yang anemia pada balita berusia 12-59 bulan di Indonesia mencapai 28,1 persen, yang artinya 1 dari 4 balita menderita anemia. Data yang sama juga menunjukkan 1 dari 3 balita menderita stunting (pendek).
"Sebenarnya tidak ada data yang spesifik mengenai defisiensi mikronutrien di Indonesia. Asumsi ditarik berdasarkan dampaknya, misalnya anemia. Tetapi, beberapa penelitian berskala kecil yang dilakukan di Indonesia menunjukkan pola makan anak belum optimal, baik frekuensi atau variasinya," kata Dr.Trevino A.Pakasi, Ph.D, dalam acara seminar bertajuk Pentingnya Mikronutrien Bagi Anak Balita di Jakarta (11/5/15).
Dalam salah satu penelitian diketahui masih ada kesenjangan antara pola makan dan kecukupan nutrisi anak. Pola makan yang diteliti adalah pemberian ASI, nasi, ikan, sayuran hijau, untuk bayi usia 12-23 bulan. Ternyata, diketahui masih ada gap energi 50 persen dan zat besi kurang.
"Padahal, secara kualitas contoh makanan tersebut sudah baik dan murah. Padahal ada banyak anak Indonesia yang pola makannya seperti ini," papar dokter dari divisi kedokteran keluarga, Kedokteran Komunitas FK Universitas Indonesia ini.
Dampak kekurangan nutrisimikro ini perlu diwaspadai, selain anemia, anak juga bisa mengalami berat badan kurang, tinggi badan tidak sesuai dengan usia (stunting), serta kurus. Hal ini tentu berdampak pada kecerdasannya di masa datang.
Head of Public Health Nutrition Departement Dr.Jorg Spieldenner, yang melakukan penelitian mengenai defisiensi nutrisimikro di Filipina menjelaskan, kondisi stunting bisa menurunkan skor tingkat kecerdasan (IQ) anak 5-11 poin.
"Akibatnya anak akan mendapatkan peringkat akademik yang rendah di sekolah," kata Spieldenner, dalam acara yang sama.
Selain efek bagi tumbuh kembang anak, defisiensi nutrisimikro juga akan berdampak pada biaya ekonomi karena negara dan masyarakat harus menanggung biaya kesehatan yang tidak sedikit. Belum lagi kualitas sumber daya manusia yang rendah di masa datang.
Salah satu strategi untuk mencukupi kebutuhan nutrisimikro adalah dengan memperkaya bahan makanan anak. "Untuk mencegah anemia akibat kekurangan zat besi, anak harus mendapatkannya dari sumber makanan hewani, seperti daging merah, hati, atau telur," kata Trevino.
Ditambahkan oleh Spieldenner, penelitian menunjukkan, pemberian makanan tambahan yang diproses dan diperkaya dengan zat-zat gizi juga akan berkontribusi penting untuk meningkatkan status gizi anak.
"Yang terbaik memang makanan buatan rumahan, tetapi makanan yang diproses dengan fortifikasi dengan kebutuhan gizi yang sesuai juga direkomendasikan untuk ibu hamil dan bayi usia 6-23 bulan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.