Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/03/2016, 18:00 WIB
KOMPAS.com - Jamu memang ramuan kesehatan yang sudah diakui berabad-abad di Indonesia. Tapi apakah semua jenis jamu boleh dikonsumsi? Sebaiknya kita juga mempertimbangkan tanggapan dunia kesehatan/medis mengenai eksistensi jamu.

Sebenarnya, bidang medis sendiri sudah mengembangkan penelitian pengobatan dan perawatan melalui tanaman-tanamanan obat. Tidak sepenuhnya menolak konsumsi jamu, asal jamu tersebut sudah teruji secara klinis mengenai khasiat dan cara kerja penyembuhannya.

Contohnya saja Kina, tanaman obat ini menjadi sangat bermanfaat sebagai pengobatan penyakit malaria. Namun apakah seluruh bagian tumbuhan kina bermanfaat untuk penyakit malaria? Belum tentu, karena itulah dibutuhkan penelitian. Sama halnya dengan tanaman kumis kucing dan temulawak yang sudah digunakan sebagai bahan aktif untuk pengobatan medis.

Pernyataan ini kemudian dipertegas oleh Dr. Tony Iman, SpPK. Dokter Umum Klinik Medivita Jakarta Barat ini menjelaskan bahwa penggunaan jamu sebagai pengobatan merupakan persoalan yang serius. Sebab belum semua tanaman obat yang digunakan sebagai bahan jamu telah melalui penelitian mendalam.

Untuk melakukan pengobatan, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah organ apa yang sakit dan bagian mana yang harus diobati. Sehingga dokter dapat menyarankan obat yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus dari si penderita.

Tony menyatakan khasiat jamu masih dirasakan secara empiris saja, belum teruji manfaatnya. Karena itu, ia menegaskan sebelum mengonsumsi jamu, sebaiknya mengetahui khasiat jamu itu dari kandungan zat apa. Sebab tidak semua tubuh bisa menerima dosis yang sama dari zat aktif sebuah obat, baik itu jamu maupun obat medis.

Kurangnya keyakinan akan manfaat jamu ini bukanlah tidak berdasar. Sebelum ada penelitian yang dapat menjelaskan jamu secara ilmiah, ramuan ini belum bisa dipercaya sepenuhnya. Bisa jadi memang, ada zat aktif dalam jamu yang berguna bagi pengobatan dan perawatan kesehatan.

Namun tidak mustahil pula jika ada zat lain yang bisa memberi efek negatif. “Jangan jadikan jamu sebagai alternatif pengobatan yang coba-coba. Ingatlah kalau penyakit itu sifatnya progresif, semakin lama ditangani semakin sulit disembuhkan,” kata Tony. (Intisari-online/Tika Anggraeni Purba)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com