Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/03/2016, 10:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Di tengah sosialisasi rencana pemerintah menetapkan kenaikan iuran kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai 1 April mendatang, protes berdatangan dengan alasan mutu layanan di fasilitas kesehatan masih belum sesuai harapan masyarakat.

Peningkatan mutu layanan harus terus dilakukan guna keberlanjutan JKN. Hal tersebut saat ini bersandar pada kebijakan kesehatan oleh pemerintah daerah (pemda).

"Anggaran kesehatan tahun ini naik, tetapi pengelola utamanya adalah pemerintah daerah," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Untung Suseno Sutarjo di Jakarta, di sela-sela diskusi panel "Harapan-Kenyataan dan Solusi JKN", Senin (28/3/2016).

Diskusi diselenggarakan Indo HCF (Indo-Healthcare Forum), Ikkesindo (Ikatan Konsultan Kesehatan Indonesia), dan Persi (Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia), didukung telekonferensi ke Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM.

Pembicara dalam diskusi adalah Daniel Budi Wibowo dari Persi, Usman Sumantri dari Dewan Jaminan Sosial Nasional, dan Prof Laksono Trisnantoro dari PKMK FK UGM.

Untung mengatakan, anggaran untuk peningkatan layanan fasilitas kesehatan pemerintah dan pemerintah daerah naik sekitar empat kali lipat. Tahun 2015, anggaran itu Rp 4 triliun. Tahun ini, anggaran menjadi sekitar Rp 15 triliun.

Perhitungan Untung, semestinya anggaran itu cukup untuk merenovasi setengah dari total puskesmas se-Indonesia, yakni 4.000-an unit puskesmas, sehingga bisa meningkatkan mutu layanan tingkat primer.

Namun, capaian itu bergantung pada kebijakan sektor kesehatan pemerintah daerah sebagai pihak yang memiliki puskesmas dan RS daerah. Pemerintah pusat saat ini relatif hanya merancang rencana besar pelayanan kesehatan, tetapi pelaksanaan sangat bergantung pada pemerintah daerah. Untung khawatir masih ada perbedaan prioritas kebijakan antara pusat dan daerah.

Untung meminta, pemerintah daerah memaksimalkan dana alokasi khusus bidang kesehatan agar mutu layanan semakin baik. Selain itu, pembangunan agar sesuai arahan pemerintah pusat. "Misalnya, kami mengarahkan dana Rp 20 miliar untuk pembangunan satu RS, ternyata oleh pemerintah daerah terkait dibagi ke tiga RS," ujarnya.

Di sisi lain, Untung berpendapat, hal yang masih kurang dan perlu diperbaiki dalam pelaksanaan JKN adalah sosialisasi kebijakan kepada masyarakat. Terkait rencana kenaikan iuran JKN, ia memandang protes terhadap rencana tersebut didasari oleh masalah pribadi yang dijadikan masalah komunitas.

Laksono mengatakan, kebijakan menaikkan iuran JKN perlu hati-hati. Selain iuran oleh peserta mandiri, iuran oleh pemerintah untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang tergolong warga tidak mampu juga naik. Subsidi pemerintah bagi PBI tersebut berpotensi salah sasaran.

Sebab, selama ini rasio klaim untuk layanan kesehatan peserta mandiri adalah yang terbesar sehingga menimbulkan defisit, sedangkan rasio klaim bagi PBI belum maksimal. Artinya, subsidi lebih besar bagi warga miskin malah kemungkinan akan tersalurkan untuk pembiayaan pasien dari kalangan warga mampu. (J Galuh Bimantara)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau