Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/06/2016, 10:00 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Remaja hari ini adalah calon pelanggan tetap hari esok." Kalimat tersebut pasalnya terungkap dari dokumen laporan penelitian Myron E. Johnson ke Wakil Presiden Riset dan Pengembangan Philip Morris, pemilik perusahaan HM Sampoerna.

Dari dokumen itu terungkap bahwa remaja menjadi target pasar industri rokok.

Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survei (GYTS)tahun 2014, prevalensi perokok usia 13-15 tahun di Indonesia mencapai 20,3 persen. Tak heran jika Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengaku melihat banyak anak- anak merokok di area car free day.

Dokter spesialis paru Agus Dwi Susanto mengatakan, rokok bersifat adiksi atau menyebabkan kecanduan. Jika mereka sudah merokok sejak remaja, adiksi bisa bertambah kuat sehingga sulit untuk berhenti. Remaja tersebut akan terus membeli rokok
selama puluhan tahun.

Ironisnya, harga rokok di Indonesia memang sangat murah berkali-kali lipat jika dibanding negara lain. "Uang jajan anak-anak sekarang berapa per hari? Bisa lebih dari Rp 10.000 diberikan. Mereka bisa beli rokok mudah sekali. Ini akibatnya jangka panjang," kata Nila dalam acara peluncuran iklan antirokok di Jakarta, Jumat (27/5/2016).

Padahal, juga ada larangan anak membeli rokok atau menjual rokok kepada anak yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012. Di Indonesia, perusahaan rokok juga masih bebas beriklan di layar televisi.

Iklan rokok umumnya memperlihatkan sosok pria yang gagah dan berani, serta kehidupan yang seru. Image yang dibentuk perusahaan rokok dinilai memengaruhi remaja untuk merokok. Di sejumlah daerah, billboard iklan rokok juga terlihat jelas di pinggir jalan utama, di dekat sekolah, dan tempat umum.

Industri rokok juga mensponsori acara musik, kegiatan olahraga, hingga di bidang pendidikan. Data GYTS menyebutkan, 60,7 persen anak-anak melihat iklan promosi rokok di toko, 62,7 persen melihat iklan rokok di TV, video, dan film, serta 7,9 persen mengaku pernah ditawari rokok oleh sales.

Ketua Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan, hal ini menunjukkan regulasi tembakau di Indonesia belum mampu melindungi anak-anak secara menyeluruh. Indonesia masih menjadi surga para industri rokok.

Remaja perempuan
Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany menilai, tak hanya remaja laki-laki yang menjadi target, tetapi juga perempuan.

Hasbullah melihat, peta jalan (roadmap) tentang produksi industri hasil tembakau tahun 2015-2020 yang diterbitkan Kementerian Perindustrian pun turut mendukung target pasar industri rokok, yaitu anak muda.

Padahal, pendapatan dari produksi rokok tak sebanding dengan kerugian ekonomi akibat banyak perokok jatuh sakit di kemudian hari.

Roadmap tersebut justru mendorong peningkatan produksi rokok mild (rokok putih) yang selama ini digemari pemuda dan perokok wanita.

"Itu jelas ada upaya menarget anak-anak perempuan kita. Rokok itu semakin feminim. Produk manager perusahaan rokok sudah sangat cerdas membidik selera konsumen," ujar Hasbullah.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, remaja perempuan usia 15-19 tahun yang merokok mencapai 3,1 persen. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan perokok remaja perempuan 10 kali lipat dibanding tahun 1995 (0,3 persen).

Halaman:
Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau