KOMPAS.com - Emotional eating adalah kebiasaan makan yang dipicu oleh emosi negatif, seperti stres, marah, sedih, cemas, atau kesepian.
Wajar jika Anda sesekali jadi ingin makan saat sedang merasakan emosi negatif ini. Sayangnya, emotional eating yang terus-menerus bisa berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental.
Tapi, Anda jangan khawatir berlebihan. Ada beberapa cara yang bisa dijajal untuk mengatasi emotional eating. Simak penjelasan berikut.
Apa saja dampak emotional eating?
Melansir laman LiveWell Dorset, ahli diet Anna Kippen menyebutkan, emosi negatif bisa memicu kebiasaan makan yang buruk. Ia menyebutkan, ada beberapa dampak emotional eating untuk kesehatan, seperti:
Merasa bersalah
Setelah menyalurkan emosi dengan makan, biasanya seseorang merasa bersalah atau memiliki penyesalan. Rasa bersalah ini terkadang berpotensi menyebabkan keinginan makan yang lebih banyak atau membuat harga diri terasa lebih rendah.
Mual dan sakit perut
Rasa kenyang yang didapatkan ketika melakukan emotional eating adalah cara seseorang untuk menutupi gejolak emosi dalam dirinya. Hal ini sering mengakibatkan makan berlebih, sakit perut, serta mual.
Meningkatkan risiko penyakit kronis
Sering melakukan emotional eating bisa membuat berat badan naik. Lonjakan berat badan ini meningkatkan risiko penyakit kronis seperti obesitas, diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung.
Mengingat ada banyak dampak negatif emotional eating untuk kesehatan fisik dan mental, Anda yang sering menjalani kondisi ini sebaiknya mulai berupaya untuk meninggalkan kebiasaan tidak sehat ini.
Cara mengatasi emotional eating
Ada beberapa tips mengatasi emotional eating yang bisa dijajal, antara lain:
Identifikasi akar penyebabnya
Hari yang buruk, pertengkaran dengan pasangan, sampai selisih paham dengan teman atau rekan kerja memang bisa menjadi pemicu stres. Namun, hal itu biasanya hanya berlangsung dalam waktu singkat.
Berbagai kondisi kronis juga bisa menyebabkan seseorang tak bisa menghentikan kebiasaan emotional eating, seperti stres kronis, amarah jangka panjang, depresi dan sejenisnya.
Jika hal ini terjadi, segera minta bantuan profesional. Kita juga harus melakukan manajemen stres dan memperbanyak aktivitas fisik untuk menghentikan kebiasaan ini.
Tanyakan alasan kenapa kita makan
Ketika keinginan untuk makan muncul, coba tanyakan pada diri sendiri apakah kita benar-benar merasa lapar. Dengan melakukan hal itu, kita bisa mengenali alasan yang membuat keinginan makan itu muncul.
Jika memang keinginan makan muncul karena rasa lapar, sebaiknya konsumsi makanan bernutrisi seimbang dalam waktu 15 hingga 30 menit.
Saat keinginan makan muncul bukan karena rasa lapar, kita bisa mengalihkannya dengan aktivitas fisik atau meminum secangkir teh herbal bebas kafein.
Hindari menyimpan camilan
Jika kita tidak memiliki persediaan camilan, keinginan makan bisa dengan mudah kita alihkan.
Sebagai alternatif, kita sebaiknya menyimpan makanan sehat seperti buah dan sayur. Pasalnya, mengonsumsi makanan olahan berlebihan bisa meningkatkan kadar hormon kortisol.
Pilih makanan yang bisa melawan stres
Saat stres yang kita rasakan mengakibatkan nafsu makan meningkat, sebaiknya kita meredamnya dengan makanan yang bisa membantu melawan stres.
Misalnya, teh hijau atau matcha yang megandung asam amino L-theanin yang dapat membantu mengurangi tingkat stres.
Saat keinginan makan di malam hari muncul, kita bisa memilih untuk mengonsumsi salmon yang mengandung asam lemak omega 3. Menurut ahli, asam lemak omega 3 bisa membantu meningkatkan kualitas tidur.
Demi menjaga kesehatan dan keseimbangan emosi, penting untuk mengatasi kebiasaan emotional eating. Coba ikuti beberapa tips di atas, dengan begitu Anda dapat mengendalikan nafsu makan dan mencegah dampak buruk dari emotional eating.
https://health.kompas.com/read/2020/05/17/030000568/3-dampak-buruk-emotional-eating-dan-cara-mengatasinya