Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apakah Penderita Stroke Bisa Kembali Hidup Normal?

KOMPAS.com – Tentu banyak orang sepakat, bahwa stroke adalah penyakit yang sangat menakutkan.

Stroke atau serangan otak termasuk penyebab kematian terbanyak di berbagai negara bersama penyakit jantung dan kanker.

Stroke juga merupakan faktor utama penyebab kecacatan serius.

Namun, karena tidak mengetahui atau lalai dalam menghindari berbagai faktor risiko serangan, beberapa orang terpaksa harus menerima konsekuensi menderita penyakit stroke.

Bagi kita yang mengalami stroke atau memiliki anggota keluarga yang menderita stroke pun kemudian akan bertanya-tanya, apakah penderita stroke bisa kembali normal?

Harapan hidup dan kesembuhan penderita stroke

dr. J.B. Suharjo B. Cahyono, Sp.PD, dalam bukunya Gaya Hidup & Penyakit Modern (2008), menjelaskan pada stroke iskemik, harapan untuk hidup lebih kurang sekitar 80 persen, sedangkan pada stroke hemoragik sekitar 50 persen.

Stroke iskemik adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu atau berkurang akibat penyumbatan.

Sementara itu, stroke hemoragik adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu atau berkurang akibat pecahnya pembuluh darah. Stroke hemoragik juga dikenal sebagai stroke perdarahan.

Menurut dr. J.B. Suharjo, di antara penderita stroke yang dapat diselamatkan, separuhnya secara fungsional dapat pulih kembali dan separuhnya lagi akan hidup dengan kecacatan berupa kelumpuhan.

Namun, proses pemulihan penderita stroke rata-rata memerlukan waktu yang lama.

Pada bulan pertama setelah stroke, proses pemulihan berjalan agak cepat, tetapi setelah 3-6 bulan kemudian proses ini melambat dan setelah lebih dari 1-2 tahun akan menetap.

Meski demikian, ada juga penderita stroke yang dalam beberapa jam, hari, atau bulan pulih secara memuaskan.

Proses pemulihan ini dapat berbeda-beda pada setiap penderita stroke.

Faktor yang memengaruhi proses pemulihan antara lain adalah derajat dan percepatan pemulihan setelah stroke, yang bergantung pada:

  • Luas dan lokasi kerusakan di otak
  • Tipe stroke, yakni iskemik atau stroke hemoragik
  • Motovasi penderita untuk sembuh
  • Tidak cepat putus asa
  • Respons dan reaksi pengobatan masing-masing individu terhadap obat yang diberikan

Dokter spesialis saraf, dr. Nurdjaman Nurimaba, Sp.S (K), dalam buku Stroke Bukan Akhir Segalanya (2011) karya Dewi Pandji, juga mengungkap penderita stroke bisa sembuh.

Namun, penderita stroke juga bisa cacat dan bahkan meninggal. Perbedaan kondisi itu tergantung dari beratnya sumbatan pada otak dan perawatan waktu stadium dini.

Sembuh di sini dipahami sebagai selamat dari kecacatan dan kematian.

Stroke yang sumbatan dan perdarahannya dikategorikan ringan, kemungkinan bisa sembuh. Itulah sebabnya apabila terlihat gejala stroke pada seseorang segeralah di bawa ke rumah sakit (RS).

Keterlambatan dalam mendapat pengobatan pasalnya dapat berakibat fatal karena pada tiga jam pertama seseorang yang terkena stroke akan kekurangan darah yang dapat menimbulkan kerusakan dinding sel-sel otak.

Sementara, setelah enam jam, keluarlah natrium, elektrolit bergantian dengan masuknya glutaman dan kalsium yang semakin banyak sehingga mematikan sel-sel yang kekurangan darah tadi.

Apabila sudah mati, dokter tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali menyelamatkan penumbra yang berada di sekeliling sel-sel tersebut.

Terapi untuk penderita stroke

Apabila gejala dan tanda stroke yang dialami berlangsung agak lama dan terapi kemudian menunjukkan kemajuan pesat selama perbaikan, maka kemungkinan besar pasien akan bisa pulih dengan sempurna.

Namun, selama dua minggu mereka mungkin masih mengalami gejala-gejala berat dan pasien perlu tinggal lebih lama di RS.

Setelah melewati masa kritis, saatnya bagi penderita stroke untuk meneruskan proses kesembuhan yang lebih lanjut dengan melakukan rehabilitasi melalui berbagai terapi.

Berbagai terapi untuk penderita stroke, antara lain:

1. Fisioterapi motorik

Fisioterapi motorik adalah pelatihan gerakan seperti berdiri, berjalan dan menggunakan benda-benda.

2. Terapi okupasi

Terapi okupasi adalah pelatihan keterampilan lebih lanjut sehingga memungkinkan penderita stroke kembali bekerja.

3. Terapi wicara

Terapi wicara adalah pelatihan untuk menolong berkomunikasi.

Teman atau kerabat penting untuk secara aktif mengajak penderita stroke berbicara layaknya orang sehat.

Konsultasi dengan dokter secara teratur mengenai konsisi penderita stroke sangat dianjurkan karena selalu ada evaluasi selama dua bulan pertama, kemudian lebih maksimal lagi selama enam bulan, dan diharapkan selama dua tahun sudah bisa sembuh.

https://health.kompas.com/read/2020/06/21/192900068/apakah-penderita-stroke-bisa-kembali-hidup-normal

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke