Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Anak Muda Rentan Jadi Generasi Terluka karena Pandemi

PADA medio Januari 2021, World Economic Forum (WEF) bersama Marsh McLennan, SK Group, dan Zurich Insurance Group mengeluarkan The Global Risks Report 2021.

Riset ini secara umum menunjukan berbagai risiko yang akan dihadapi jika pandemi tidak kunjung usai.

Salah satu risiko besar yang akan dihadapi ketika pandemi belum selesai untuk anak muda adalah kehilangan berbagai kesempatan untuk berkembang. Riset ini mendefinisikan anak muda sebagai mereka yang kini berusia antara 15-24 tahun. 

Risiko kehilangan kesempatan untuk berkembang tersebut antara lain disebabkan oleh krisis finansial berkepanjangan, sistem edukasi yang tidak terbarukan, perubahan iklim ekstrem, dan bahkan lonjakan kekerasan dalam beragam aspek kehidupan akibat pandemi.

Generasi yang hilang dan terluka

Sebelumnya, seperti dirujuk pula oleh riset ini, WEF telah pula mengeluarkan alarm soal risiko pandemi bagi anak muda. Pada Mei 2020, WEF memperingatkan tentang kemungkinan lahirnya generasi yang hilang (lost generation) dari situasi pandemi.

Berdasarkan hasil Global Risks Perception Survey (GRPS), anak muda yang terkecewakan (youth disilusionment) adalah salah satu risiko yang sangat mungkin dihadapi dunia hingga dua tahun ke depan. 

Tak hanya rentan menjadi generasi yang hilang, anak-anak muda yang tumbuh di tengah pandemi ini pun berisiko menjadi generasi terluka (scarred generation). 

Situasi pandemi menyebabkan kesenjangan makin melebar antara kaya dan miskin. Efisiensi anggaran juga berdampak pada pengurangan alokasi untuk investasi terkait pendidikan. 

Akibatnya, anak-anak muda yang tumbuh di masa pandemi ini rentan kesulitan membangun pijakan terkait penghidupan karena fondasi yang tak kokoh dari bekal pendidikan.

Pilihan pekerjaan yang bisa didapat pun menjadi rawan terguncang di tiap kali ada gejolak ekonomi, seperti sektor layanan jasa dan sektor informal. 

Pandemi yang juga merenggangkan ikatan sosial atas nama protokol kesehatan pun makin menambah risiko bagi pertumbuhan anak muda yang masih butuh membangun penopang, termasuk untuk kesehatan mentalnya.

Bila situasi pandemi berlanjut dan risiko itu mewujud, pada akhirnya anak-anak muda tidak mampu untuk mengatur apa pun, termasuk emosi dan perasaannya. Mereka juga berisiko memasuki jalur kekurangan pendidikan dan peluang kerja.

Risiko global pandemi bagi anak muda

Sebelum pandemi sekalipun, anak-anak muda oleh WEF terpetakan masuk dalam dua pertiga populasi yang masuk kategori miskin. 

The Global Risks 2021 menyebutkan ada tiga rentang waktu lanskap risiko yang akan dihadapi dunia jika pandemi tak kunjung selesai, yaitu: 

  1. Jangka pendek (0 – 2 tahun)
    Penurunan kesehatan mental, krisis mata pencaharian, dan penyakit menular.
  2. Jangka sedang (3 – 5 tahun)
    Kerusakan infrastruktur teknologi informasi, sumber daya yang digeopolitisasi, dan ketidakstabilan harga.
  3. Jangka panjang (5 – 10 tahun)
    Munculnya senjata penghancur masal, runtuhnya multilateralisme, dan kehancuran negara.

Pandemi—termasuk di Indonesia—sudah hampir dua tahun berlangsung dan sampai sekarang belum menunjukan titik akhir.

Dalam pembagian rentang waktu risiko di atas, WEF menyebut ada blind spot alias titik buta risiko yang akan dihadapi dunia, salah satunya soal fenomena anak muda yang terkecewakan.

Sudah menjadi risiko tersendiri, situasi ini pun masih berisiko mengoyak kesehatan mental mereka.

Frustasi berkepanjangan, kesepian berkepanjangan, peluang ekonomi yang menyempit karena kesenjangan dan level rendah pendidikan, disebut telah menjadi fenomena 80 persen anak-anak dan anak muda di seluruh dunia selama pandemi. 

Merawat kesehatan mental anak muda

Sebelum membahas langkah yang bisa dilakukan oleh otoritas, anak muda, dan brand terkait anak muda untuk merawat kesehatan generasi masa depan ini, ada dua insight yang harus dibenamkan dalam-dalam, yaitu:

  • Kesehatan mental adalah fundamental bagi siapa pun, khususnya anak muda. Dengan cara apa pun, mereka harus mendapat dukungan dan pijakan untuk memiliki mental yang sehat.
  • Pandemi bisa mengarah ke berbagai risiko lain seturut persoalan kesehatan mental yang jadi risiko global ini, berdasarkan lanskap dan rentang waktu risiko yang ada. 

Tantangan terbesar, tentu saja ada pada otoritas untuk meminimalkan risiko kesehatan mental bagi anak muda harapan bangsa. Persoalan-persoalan yang sudah terpetakan di atas harus segera mendapatkan solusi dan antisipasi.

Bagi anak muda, ada banyak cara untuk merawat kesehatan mental di tengah situasi yang memang sulit bagi siapa pun ini. Meditasi adalah salah satu cara yang bisa dilakukan.

Soal pendidikan dan peluang kerja, anak muda juga tak lagi bisa sepenuhnya mengandalkan uluran tangan dari luar seperti saat situasi sebelum pandemi.

Kalau yang serba daring sudah melelahkan sampai ke tingkat jiwa, masih ada bahan bacaan tercetak, misalnya, untuk mendalami pengetahuan dan peluang laiknya generasi sebelumnya. 

Anak muda pun tetap harus berupaya menjaga semangat dan langkah untuk memecah tantangan masa kini dan masa depan hingga ke skala yang bisa tertangani.

Kreatif mengupayakan ruang sosial yang membangun dan mengembangkan diri tak ada salahnya dijajal tanpa menabrak protokol kesehatan. 

Adapun brand yang selama ini mungkin begitu sibuk menjual produk dan layanan, mungkin sekarang adalah saat yang tepat mengambil peran fundamental menyelamatkan anak muda yang juga adalah pangsa pasar pada masa depan.

Brand patut tampil sebagai entitas yang memberi dan menjaga harapan. Penghiburan dan penyemangat juga pilihan peran yang bisa diambil brand. Berbagi pengetahuan substansial dan fundamental juga pilihan mulia untuk dilakukan brand.

Brand yang berasal dari sektor perbankan dan asuransi pun, misalnya,  bisa membuat isu kesehatan mental jadi kendaraan yang membawa komunikasi marketing yang baik. Brand dari sektor kesehatan tentu bisa lebih lihai lagi dalam ambil peran di sini. 

Jika brand sudah mengetahui peran apa yang akan diambil, maka selanjutnya hal tersebut bisa diturunkan menjadi formula komunikasi yang tepat. Media komunikasi, termasuk digital, bisa jadi sarana untuk brand ambil peran merawat dan menjaga kesehatan mental anak muda ini.

Bentuknya, lagi-lagi, beragam. Konten dengan berbagai variasi bentuk dan cara penyajian merupakan jembatan untuk brand lebih dekat dengan target audience-nya, dalam hal ini anak muda.

Kesungguhan dan ketulusan dalam memainkan peran yang sudah brand pilih yang kemudian akan menjadi kunci peran brand dalam turut tangan merawat dan menjaga kesehatan mental anak muda. 

Naskah: Tim STRATX, KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

https://health.kompas.com/read/2021/10/12/113252068/anak-muda-rentan-jadi-generasi-terluka-karena-pandemi

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke