Menurut Ghebreyesus; selama ini banyak pihak sebatas mewacanakan kerja sama kesehatan dalam payung “one global village”. Namun, upaya tersebut hanya sebatas “lip service” yang tidak dibarengi kolaborasi nyata.
“Lip service untuk melindungi dan mendorong kesehatan saja tidak cukup. Dengan krisis kesehatan berskala tanpa preseden ini, kita butuh perubahan kolaborasi luar biasa untuk membuat masyarakat sehat dan aman,” tulis Ghebreyesus, di Kolom Opini HarianKompas, Selasa (28/6/2022).
Dirjen WHO ini menyebutkan, kunci penanganan pandemi di masa depan adalah menciptakan arsitektur kesehatan darurat global yang kokoh, dengan dukungan pendanaan dan koordinasi solid.
Hal itu berkaca dari karut marut kolaborasi global dalam menghadapi pandemi Covid-19; seperti terlihat dalam persoalan berbagi informasi dan data pandemi, APD, vaksin Covid-19, perawatan, sampai diagnostik.
Disampaikan Ghebreyesus, kerja sama global sangat penting untuk mengantisipasi merebaknya wabah di sejumlah negara. Baik dari penyakit yang belum teridentifikasi secara pasti, maupun penyakit lama yang muncul di tempat baru.
“Merebaknya cacar monyet (monkeypox) yang belum pernah kita lihat sebelumnya di sejumlah negara adalah pengingat, wabah-wabah baru akan terus mengancam, atau penyakit lama muncul di tempat baru,” ujar dia.
Langkah maju presidensi Indonesia di G20
Ghebreyesus juga menyebutkan, konsep berkelanjutan pendanaan dalam presidensi Indonesia di G20 sebagai langkah maju dari capaian presidensi Italia di G20 tahun sebelumnya.
Sebagai informasi, konsep pendanaan krisis kesehatan yang digawangi presidensi Indonesia di G20 menggunakan model pembiayaan baru yang lebih efisien dan inklusif. Tujuannya, untuk menghilangkan kesenjangan dalam pembiayaan pandemi dan dapat diakses seluruh negara yang membutuhkan.
“Fokus utama presidensi G20 Indonesia adalah membuat dunia menjadi tempat yang lebih aman. Caranya konkret, dengan pembiayaan berkelanjutan dan memadai, terutama untuk negara berpendapatan rendah,” kata dia.
Tak hanya WHO, menurut Ghebreyesus, Bank Dunia turut mendukung pembentukan dana perantara keuangan untuk pembiayaan pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons efektif untuk menghadapi ancaman pandemi berikutnya.
Amankan komitmen 1,2 juta miliar dolar AS
Sementara itu, Pertemuan Gabungan Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan G20 atau The 1st G20 Joint Finance and Health Ministers Meeting (JFHMM) yang berlangsung di Yogyakarta, Selasa (21/6), berhasil mengamankan komitmen dana perantara keuangan sebesar 1,2 juta miliar dolar AS untuk penanganan pandemi selanjutnya.
“Kami telah mengumpulkan komitmen dana perantara keuangan sebesar USD 1,2 miliar dolar AS untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi. Termasuk 50 juta dolar AS dari Indonesia,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada pertemuan JFHMM).
Selain Indonesia, beberapa negara yang telah menyatakan komitmen untuk turut berkontribusi dalam pendanaan tersebut diantaranya AS (450 juta dolar AS), Uni Eropa (450 juta dolar AS), Jerman (50 juta euro), Indonesia (50 juta dolar AS), Singapura (10 juta dolar AS) dan Wellcome Trust (10 juta poundsterling).
https://health.kompas.com/read/2022/06/28/180100968/dirjen-who--dana-berkelanjutan-g20-langkah-nyata-bekal-hadapi-pandemi