Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soto Berkuah Susu

Kompas.com - 01/07/2008, 17:17 WIB

Mencari warung soto di Jakarta tak terlalu sulit. Tinggal pilih jenis sotonya. Mau soto mi, soto ceker, soto ayam, soto betawi, atau soto jakarta. Penggemar kuah bersantan tentu akan memilih soto betawi atau soto jakarta.

Nah, jika kebetulan Anda sedang berada di seputaran Jakarta Pusat dan ingin menyeruput soto segar bersantan, apalagi ditambah susu sapi segar, mampirlah ke Jalan Teuku Umar.

Di ujung Jalan Teuku Umar ini, persisnya di pojokan, ada warung Soto Jakarta ’Pak Yus’. Letak warung ini tak jauh dari Stasiun KA Gondangdia, Masjid Cut Meutia, dan berhadapan dengan gedung eks Imigrasi. Sayangnya, memang, warung ini hanya buka hari Senin-Sabtu pukul 09.00-16.00. Pasalnya, kawasan itu memang hanya ramai di hari dan jam kerja.

Warung ini menyempil di pojok sebuah halaman rumah. Sama sekali tidak eye catching, tapi jangan kaget kalau pembeli yang datang mengalir terus.

Di warung ini pembeli bisa memilih soto dengan isi daging atau campur. Ada kikil, tulang muda, daging kepala, lidah, atau jeroan seperti paru, iso, babat, ginjal, dan jantung. Yang pasti semua itu nantinya diguyur kuah santan bercampur susu sapi.

Inilah yang membuat soto ini jadi begitu gurih. Selain itu, soto milik Iyus Moeloes ini tak menggunakan lemak sama sekali.
     
”Lemaknya kita buang setelah kita rebus semua daging, kumpulan lemaknya bisa 2 kg sendiri. Kita plastikin, kita buang ke tempat sampah,” ujar pria yang biasa dipanggil Yus itu. 
   
Semangkuk soto ditambah sepiring nasi dibanderol Rp 23.000, ”Tapi saya jamin, misalnya beli soto siang baru dimakan sore atau malamnya, kuahnya enggak akan beku,” kata Yus lagi.

Dalam semangkuk soto itu, daging atau apa pun isi yang diminta pembeli, berkumpul memenuhi mangkuk. 

Karena warung ini berada di kawasan tempat tinggal pejabat maka tak aneh jika pelanggannya tak hanya orang biasa tapi juga para pejabat dan keluarganya serta pesohor lain. Meski warung ini tak ber-pendingin, pelanggan tetap saja rela antre dan makan di tempat. Alasannya, lebih mantap makan di tempatnya.

Tak Buka Cabang
   
Hingga kini, Yus masih menerima pesanan. ”Tapi paling-paling 100 porsi. Kalau diminta ikut acara-acara di luar saya enggak mau. Susah,” katanya.
   
Tak hanya itu, tawaran untuk membuka cabang pun ditolak. ”Enggaklah. Dari dulu begini aja,” ujarnya.
   
Sejak soto ini ada tahun 1973, Yus tetap menggunakan resep dari pamannya. ”Sampai sekarang masih tetap pakai resep itu. Kalau saya lagi pulang kampung, ada keponakan saya yang udah bisa meracik. Kan santan dan susu, trus bumbunya semua harus pas, harus sama tiap hari,” tuturnya.
   
Di kawasan itu tentu tak hanya soto jakarta ini yang bisa dinikmati. Dari kejauhan, pembeli juga bisa menelan keindahan gedung eks Imigrasi yang kini dalam proses menjadi sebuah bar.

Gedung bikinan tahun 1890 itu lamat-lamat memang bisa disaksikan dari dalam warung Pak Yus. Keluar dari warung ini, mengarah ke bawah jembatan kereta api, ada Masjid Cut Meutia dari tahun 1920-an, yang juga bisa jadi sasaran selanjutnya. 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com