JAKARTA, RABU — Pihak F&N Foods Pte Ltd yang berkantor di Singapura angkat bicara menyusul dikeluarkannya hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bersama Laboratorium Afiliasi Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia (LADK-FMIPA-UI) yang menyatakan bahwa produk mereka susu kental manis F&N mengandung melamin. Hal tersebut disampaikan oleh kuasa hukum F&N, Sutedja, di Jakarta, Rabu (4/3). "Kami keberatan sekali. Ini mengarah pada pencemaran nama baik," kata Sutedja.
Menurutnya, keberatan tersebut sudah disampaikan kepada pihak YLKI seminggu yang lalu, tapi tetap saja hal ini dipublikasikan. Untuk itu pihak F&N masih menunggu bagaimana reaksi masyarakat. "Kita akan lihat keadaan ini. Jika meresahkan masyarakat dan merugikan kami, kami akan menempuh jalan hukum," ungkap Sutedja.
Ada beberapa keberatan yang diajukan pihak F&N sebagaimana disampaikan Sutedja. Pertama, seharusnya hasil penelitian final dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), bukan YLKI. Kedua, pihak F&N telah memiliki sertifikat bebas melamin untuk produk ini dari BPOM. Ketiga, susu kental F&N yang beredar di Singapura dan Malaysia juga telah dilengkapi sertifikat bebas melamin. Keempat, ada kemungkinan produk tersebut adalah palsu.
Menanggapi hal tersebut, pihak YLKI yang diwakili ketuanya, Huzna Zahir, berkilah bahwa produk yang diteliti didapat langsung dari pasar, kemudian metode penelitian yang dilakukan sudah benar dan independen. Selain itu, menurutnya, terdapat sistem double standard di mana barang yang dilempar di Indonesia tidak sama dengan di negara lain. Huzana mengatakan, pengawasan makanan di Indonesia yang masih lemah sehingga ada beberapa produk yang diteliti tidak memiliki nomor registrasi atau alamat importirnya.
Namun, pihak F&N bersikeras bahwa produknya aman karena telah mendapat sertifikat di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. "Saya yakin produk ini aman. Produk di Indonesia sama dengan Malaysia dan Singapura karena pabriknya sama," kata General Manager Eksportir F&N Theo Casy yang warga negara Singapura.
Pergesekan pendapat ini membuat Direktur LADK-FMIPA-UI Sunardi turut bersuara. "Kami menerima sampel produk dalam keadaan tanpa bungkus dari YLKI. Dengan menggunakan metode high performance liquid chromatography yang detektornya kurang sensitif saja sudah bisa mendeteksi kandungan melamin pada satu produk, apalagi memakai metode yang lebih tinggi," kata Sunardi.
Sayang sekali sampai saat ini belum ada tanggapan dari BPOM berkaitan dengan penemuan terbaru YLKI ini. "Tugas YLKI sebenarnya melengkapi dari yang seharusnya menjadi tanggung jawab BPOM. Kami telah mengirim penemuan kami ini kepada BPOM seminggu yang lalu, tetapi belum ada tanggapan," kata Huzna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.