Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribut soal DPT, Solusinya Apa?

Kompas.com - 03/07/2009, 12:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemilu presiden tinggal menghitung hari. Persoalan daftar pemilih tetap (DPT) masih dipertanyakan. Terakhir, Pansus DPT menemukan bahwa disinyalir 49 juta warga yang mempunyai hak pilih "tercecer" dan tidak tercantum di DPT yang dirilis KPU. KPU sendiri meminta pihak-pihak yang menuding ketidakberesan DPT untuk membuktikan. Akan tetapi, hingga kini, tak ada solusi.

Peneliti Centre for Electoral Reform (CETRO), Refly Harun, mengatakan, sudah bukan waktunya untuk memperdebatkan angka. "Masalah angka itu spekulatif karena kita tidak tahu pasti angkanya berapa. Intinya, berapa pun jumlahnya, harus ada sebuah mekanisme yang bisa melindungi warga negara untuk memilih di hari H," kata Refly, Jumat (3/7) di Gedung DPD, Jakarta.

Solusi tercepat yang bisa dilakukan, membuat terobosan peraturan yang membolehkan warga yang tidak terdata untuk menggunakan hak pilihnya. Untuk itu, dibutuhkan peraturan pemerintah pengganti UU (perppu) yang mengakomodasi hal tersebut.

"Perdebatan soal DPT dari DPR, KPU, Bawaslu, pemerintah tidak muncul dengan solusi, bagaimana hak warga negara bisa terlindungi. Karena itu, solusinya menyepakati perppu mengenai mereka yang tidak tercantum," kata pakar hukum tata negara ini.

Pasal 28 dan 111 ayat 1 UU Pemilu memang mengatur dan menyatakan bahwa mereka yang sudah berusia 17 tahun atau sudah menikah bisa memilih kalau tercantum di daftar pemilih, yaitu DPT. "Maka, peraturan itu yang harus dihilangkan agar KPU berani membolehkan warga yang tidak terdaftar untuk memilih," ujar Refly.

Ia sudah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi atas pasal-pasal tersebut. Namun, sidang baru akan dimulai pada hari Senin pekan depan. Refly berharap, MK bisa mengeluarkan putusan pada hari Selasa, sehari sebelum hari pencontrengan. Konsekuensinya, KPU dan pemerintah harus siap dengan apa pun yang kemungkinan menjadi putusan MK.

"Kalau belum ada putusan, satu-satunya dengan perppu itu," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com