Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ITB Ciptakan Alat Surveilans Malaria

Kompas.com - 16/07/2009, 04:27 WIB

Bandung, Kompas - Institut Teknologi Bandung melalui mahasiswa-mahasiswanya yang tergabung di dalam Tim Big Bang menciptakan sistem surveilans malaria digital. Peranti ini meraih penghargaan Windows Mobile Awards dalam ajang bergengsi Imagine Cup 2009 di Kairo, Mesir, pekan lalu.

Peranti bernama Malaria Observation System and Endemic Surveillance (MOSES) ini dibuat empat mahasiswa Teknik Informatika ITB, yaitu David Samuel, Dody Dharma, Dominikus Damas Putranto, dan Samuel Simon. Tim Big Bang adalah satu-satunya dari empat tim asal Indonesia yang meraih award di dalam ajang kompetisi yang diikuti 67 negara ini.

Melalui MOSES, ungkap Dody Dharma (20), Selasa (14/7), surveilans epidemiologi dan penanganan penyakit malaria di daerah bisa dilakukan secara tepat dan cepat hanya melalui alat PDA atau telepon seluler.

”PDA atau HP ini berfungsi untuk melakukan anamnesis terhadap pasien, termasuk mengukur temperatur tubuh pasien. Yang terpenting, alat ini bisa juga untuk mengecek sampel darah, menentukan apakah yang bersangkutan positif terkena malaria atau tidak,” ujarnya menjelaskan cara kerja MOSES.

Seperti mikroskop

Alat yang dinamakan PDAscope ini berfungsi menyerupai mikroskop. Sampel darah ditelaah melalui kamera PDA/HP lalu dikirim ke pusat server. Tanpa perlu menunggu lama, datanya diolah dan bisa diputuskan pasien bersangkutan terjangkit malaria atau tidak.

”Sering kali karena diagnosis lambat, tidak tertangani sejak dini, penyakit pasien menjadi fatal,” katanya. Ke depan, jika sudah dioperasionalkan, MOSES bisa diterapkan sebagai peta panduan mengenai penyebaran epidemi malaria di daerah. Ia berharap, alat PDAscope ini bisa dimiliki bidang-bidan atau tenaga medis yang berada di daerah-daerah terpencil.

”Ini merupakan penemuan yang luar biasa. Selain simpel cara kerjanya, biaya pembuatannya pun murah. Cukup dengan HP atau internet. Bandingkan jika harus memakai mikroskop yang harganya itu bisa mencapai Rp 14 juta,” kata Munawar Ahmad, dosen pembimbing.

Dengan pengembangan lebih lanjut, ia meyakini, MOSES bisa dimanfaatkan lebih besar ke depannya. Misalnya, untuk surveilans demam berdarah atau menguji sampel DNA manusia. ”Ibu Menkes pun sempat tercengang saat kami presentasikan ini di Depkes. Dia kaget dengan hanya baterai 9 volt, alat ini bisa untuk mendiagnosis malaria di daerah-daerah,” ujar dosen ITB ini. (JON)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com