Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awas, Paparan Timbal di Mana-mana, Bisa Rusak Gigi Lho!

Kompas.com - 27/07/2009, 21:17 WIB

DEPOK, KOMPAS.com — Paparan timah hitam atau timbal (Pb) ternyata bisa menimbulkan masalah kesehatan gigi. Padahal, selama ini penggunaan timbal sangat luas sehingga kemungkinan seseorang terpapar logam berat toksik itu sangat tinggi seiring dengan buruknya kualitas lingkungan sekitar.

Menurut Ririn Arminsih Wulandari, dalam disertasinya untuk memperoleh gelar doktor Ilmu Epidemiologi Universitas Indonesia, Senin (27/7), timah hitam atau Pb adalah logam berat toksik berwarna putih keabu-abuan, tidak mempunyai rasa dan bau yang spesifik. Di alam, Pb tersebar pada lapisan kerak bumi dalam jumlah kecil.

Meski Pb termasuk logam berat toksik, penggunaannya amat luas karena bersifat menguntungkan yaitu mudah ditempa, tidak bereaksi dengan air, tidak mudah terbakar, pengantar listrik yang baik, dan tidak tembus sinar radioaktif. Penggunaan Pb antara lain, sebagai bahan baku batu baterai dan aki, pelapis pada kabel listrik, kaleng makanan dan minuman, campuran cat, campuran bahan bakar bensin, campuran pestisida, campuran permen, dan pelapis kotak makanan.

Sumber pencemaran timbal di lingkungan dapat ditemukan di udara, air, tanah, makanan, dan tumbuhan. Kontribusi timbal di udara berkisar 15 persen, air 10 persen, makanan 20 persen, dan dari debu serta tanah sebesar 55 persen. Masuknya Pb ke dalam tubuh manusia melalui kulit, sistem, pernapasan, dan pencernaan. Timah hitam terakumulasi pada jaringan lunak, seperti otak, ginjal, dan hati, sedangkan pada jaringan keras yaitu pada tulang dan gigi.

Ekskresi Pb melalui feses, urin, keringat, dan air susu ibu. Kelompok komunitas yang berisiko terpajan Pb adalah mereka yang berada di jalanan seperti polisi lalu lintas, pedagang kaki lima, pejalan kaki, pengendara sepeda, tempat usaha atau anak yang bersekolah di daerah padat lalu lintas, maupun kelompok pekerja pada industri seperti batu baterai dan aki.

Keterpajanan Pb pada ibu yang sedang hamil akan didistribusikan ke janin melalui plasenta sehingga memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin, kata Ririn. Untuk memantau kadar Pb dalam tubuh bisa dilakukan pada jaringan keras, seperti rambut, tulang dan gigi. Kadar Pb juga bisa dipantau dalam darah, urin, feses, dan saliva. Kadar Pb dalam darah menunjukkan keterpajanan dalam waktu singkat dengan waktu paruh 28-36 hari, konsentrasinya akan berangsur turun bila keterpajanan Pb dihilangkan.

Gejala klinis yang timbul akibat terpajan Pb yaitu pusing, mual, rasa logam di dalam mulut, dan muntah. Dampak jangka panjang berupa penurunan kemampuan belajar, penurunan fungsi pendengaran, rusaknya fungsi organ tubuh seperti ginjal, sistem saraf, sistem reproduksi dan otak, terjadinya peningkatan tekanan darah, gangguan perkembangan, kematian janin, anemia, dan penumpukan Pb pada gigi serta tulang.

Selain bisa merusak fungsi organ dalam tubuh, ternyata paparan Pb juga bisa meningkatkan risiko terjadi karies gigi atau gigi berlubang sebagaimana ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan Ririn. Dalam studi yang melibatkan 265 siswa SD kelas 2 usia 6-8 tahun di Kota Bandung, kelompok siswa dengan kadar Pb pada gigi sulung 1,55 mikrogram per gram atau lebih berisiko 2,78 kali kejadian karies gigi sulung daripada kelompok dengan kadar Pb kurang dari 1,55 mikrogram per gram.

Karies merupakan salah satu penyakit jaringan keras gigi, yaitu kerusakan pada permukaan gigi baik pada lapisan email maupun dentin di mana prosesnya membutuhkan waktu tertentu. Kerusakan mulai dari lapisan terluar yaitu email, berupa reaksi demineralisasi oleh asam yang terbentuk dari hasil fermentasi glukosa dalam plak kemudian menjalar ke lapisan di bawahnya yaitu dentin. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com